Are you over 18 and want to see adult content?
More Annotations
![A complete backup of subierecycler.com](https://www.archivebay.com/archive/6c3f83fb-dee4-41ea-acfb-180cd50f2bcc.png)
A complete backup of subierecycler.com
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of fordemployeepricing.ca](https://www.archivebay.com/archive/11ebddd0-a7d0-4412-a9d6-57a42bb44080.png)
A complete backup of fordemployeepricing.ca
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of importadoramonserrat.cl](https://www.archivebay.com/archive/4ab6e9bc-3d26-4e4a-92f4-221d9c6c8761.png)
A complete backup of importadoramonserrat.cl
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of marathondumedoc.com](https://www.archivebay.com/archive/f4b5038e-000e-4191-afaa-4675014b4513.png)
A complete backup of marathondumedoc.com
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of laserchristmaslights.com](https://www.archivebay.com/archive/7143d65f-2aeb-466e-836e-de9bf33c5a1f.png)
A complete backup of laserchristmaslights.com
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of rowery-elektryczne.pl](https://www.archivebay.com/archive/6ee0dcef-7701-458c-868d-a4deddd1b6b7.png)
A complete backup of rowery-elektryczne.pl
Are you over 18 and want to see adult content?
Favourite Annotations
![A complete backup of kanikenasholmen.se](https://www.archivebay.com/archive/6eda9d2e-14b1-45d6-83b0-2d43a1f7ce56.png)
A complete backup of kanikenasholmen.se
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of onlinecheckin.io](https://www.archivebay.com/archive/3e1b262a-bbf6-4bb8-af05-3e5403145e29.png)
A complete backup of onlinecheckin.io
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of irfankalil.blogspot.com](https://www.archivebay.com/archive/968ff683-c56c-4419-a8bc-f944de2cc8d9.png)
A complete backup of irfankalil.blogspot.com
Are you over 18 and want to see adult content?
![A complete backup of santaquiteria.ce.gov.br](https://www.archivebay.com/archive/b4f36f77-6c27-4d70-bcdb-af11136df855.png)
A complete backup of santaquiteria.ce.gov.br
Are you over 18 and want to see adult content?
Text
mereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31. Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31 halaman 79-80. Beberapa kali mereka berdua harus merunduk menghindari sulur-sulur yang menjulur dan saling membelit. Bahkan tak jarang mereka berdua juga harus melompati semak belukar yang sulit ditembus. Tiba-tiba jantung Ki Rangga berdesir tajam. STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as. STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31. Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31 halaman 79-80. Beberapa kali mereka berdua harus merunduk menghindari sulur-sulur yang menjulur dan saling membelit. Bahkan tak jarang mereka berdua juga harus melompati semak belukar yang sulit ditembus. Tiba-tiba jantung Ki Rangga berdesir tajam. STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
STSD-29 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 29. Bagian 1. “Tidak mungkin!” geram bayangan semu itu kemudian sambil mundur lagi selangkah, “Seseorang pasti sedang mempermainkan pikiranku!”. Berkali kali dicobanya menggeleng gelengkan kepala untuk mengusir ketiga ujud yang telah mencengkeram benaknya itu. Dua orang perempuan dengan mengenakan pakaian khusus danseorang
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-28 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-28 halaman 78-79. Demikianlah setelah Pangeran Mandurareja mengundurkan diri, Kanjeng Ratu pun kembali ke dalam biliknya untuk beristirahat di malam yang tersisa. Dalam pada itu Kanjeng Sunan dan Ki Patih Mandaraka yang memburu orang yang melarikan diri dari istana Ratu Lungayu itu menjadi terheran heran. STSD-31 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE Kembali ke STSD-30 | Lanjut ke STSD-32 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
BENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. TADBM-410 | GAGAKSETA-2 On 27/07/2015 at 12:01 P. Satpam said: Gandok TADBM-410 segera ditutup, gandok TADBM-411 sudah bisa digunakan untuk gojegan setelah beberapa kali buka tutup.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannyaBENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannyaBENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-31 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-31 halaman 79-80. Beberapa kali mereka berdua harus merunduk menghindari sulur-sulur yang menjulur dan saling membelit. Bahkan tak jarang mereka berdua juga harus melompati semak belukar yang sulit ditembus. Tiba-tiba jantung Ki Rangga berdesir tajam. NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
STSD-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2 Kembali ke STSD-05 | Lanjut ke STSD-07 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 6 Bagian 1 “GILA!” teriak Ki Brukut sambil meloncat mundur. Dengan segera diperiksanya kulit lengannya yang tersentuh sisi telapak tangan Ki Jayaraga. Ternyata sebagian kulitnya telah melepuh dan berwarna merah kehitaman.ARYA MANGGADA
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie TADBM-410 | GAGAKSETA-2 On 27/07/2015 at 12:01 P. Satpam said: Gandok TADBM-410 segera ditutup, gandok TADBM-411 sudah bisa digunakan untuk gojegan setelah beberapa kali buka tutup. STSD-26 | GAGAKSETA-2 STSD-26 halaman 11-12. Kembali Rara Wulan menarik nafas panjang beberapa kali untuk mengendurkan getar-getar di dalam dadanya. Ketika dia sudah mulai agak tenang kembali, Rara Wulan pun menjawab, “Aku yang didorongnya ke atas tebing hanya dapat berteriak teriak memintatolong.
GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
TADBM-410 | GAGAKSETA-2 > TERUSAN ADBM (Lanjutan ADBM versi mbah_man) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo ADBM Seri V Jilid 10 (Jilid 410) Bagian 1 “ALANGKAH dahsyatnya kemampuan orang ini dalam menyerap bunyi dan mengaburkan pengamatan batin sehingga kehadirannya telah luput dari pantauan ajiku sapta pangrungu,” desis Kiai Sabda DadiARYA MANGGADA
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan CookieBENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. STSD-23 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2 Kembali ke STSD-22 | Lanjut ke STSD-24 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yangSAWER WULUNG_9
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan CookieGAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-33 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE STSD-33 halaman 01-02. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
STSD-32 | GAGAKSETA-2 Kembali ke STSD-31 | Lanjut ke STSD-33 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
STSD-33 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2TRANSLATE THIS PAGE STSD Jilid 3 3. Sejenak keempat orang itu tertegun diam. Ki Ageng Selagilang yang mempunyai kelebihan dari ketiga orang itu segera menyilangkan tangannya di depan dada. Dengan mata terpejam dan kepala tertunduk, sekejap saja Ki Ageng segera mengetahui seseorang sedang berdiri melekat pada sebatang pohon beberapa langkah di hadapanmereka.
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) STSD-30 | GAGAKSETA-2 STSD-30 halaman 73-74. Sesekali Maharsi menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk angguk. Katanya dalam hati kemudian, “Agaknya ada beberapa orang yang masih terjaga. Aku akan memantau mereka terlebih dahulu sebelum masuk.”. Kemudian dengan tetap berdiri di atas kedua kakinya yang renggang, Maharsi pun segera menyilangkan kedua tangannya NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II SW-23 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE On 26/08/2015 at 22:48 pelangisingosari said: Judeg aku, lha wong saya bisa download kok. Coba masuk halaman 2. Klik SW-23-PDF masuk ke halaman sawer Wulung 23 lalu klik sawer Wulung 23 atau jika gunakan komputer klau) klik kanan) dan sate link as.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3TRANSLATE THIS PAGE NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
TADBM-410 | GAGAKSETA-2 > TERUSAN ADBM (Lanjutan ADBM versi mbah_man) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo ADBM Seri V Jilid 10 (Jilid 410) Bagian 1 “ALANGKAH dahsyatnya kemampuan orang ini dalam menyerap bunyi dan mengaburkan pengamatan batin sehingga kehadirannya telah luput dari pantauan ajiku sapta pangrungu,” desis Kiai Sabda DadiARYA MANGGADA
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan CookieBENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. STSD-23 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2 Kembali ke STSD-22 | Lanjut ke STSD-24 Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yangSAWER WULUNG_9
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan CookieGAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-32 | GAGAKSETA-2 STSD-32. Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2 balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31 halaman 79-80. Beberapa kali mereka berdua harus merunduk menghindari sulur-sulur yang menjulur dan saling membelit. Bahkan tak jarang mereka berdua juga harus melompati semak belukar yang sulit ditembus. Tiba-tiba jantung Ki Rangga berdesir tajam. NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang)BENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
SW-23 | GAGAKSETA-2
Kembali | TAMAT Hadu.. dimana rontalnya tadi pasti ada yang menyembunyikan harus digeledah satu-satu nih para cantriknya nah.., ternyata Ki Gultom dan Donoloyo ternyata tidak mengakuinya. hadu. untung masih ada serepnya, semoga masih bisa dinikmati yang lainnya. monggo Sawer Wulung_23 Sawer Wulung_23 kalau yang ini tidak bisa juga, satpam menyerah deh tidak tahu TADBM-410 | GAGAKSETA-2 On 27/07/2015 at 12:01 P. Satpam said: Gandok TADBM-410 segera ditutup, gandok TADBM-411 sudah bisa digunakan untuk gojegan setelah beberapa kali buka tutup.GAGAKSETA-2
Agar suasana terbiasa sebagaimana di Api di Bukit Menoreh maupun di Pelangi di Langit Singasari maka Gagakseta dimodifikasi identik dengan kedua blog tersebut untuk menampilkan dan melestarikan Cerita Silat Indonesia, baik yang merupakan karya asli maupun gubahan hasil karya cipta anak bangsa Indonesia, seperti karya-karya Almarhum Singgih Hadi Mintardja atau lazim dengan STSD-32 | GAGAKSETA-2 STSD-32. Jika para CanMen berkenan memberikan tali asih suka rela, silahkan mengirimkan donasinya ke rekening mbah Putri: Bank Mandiri an SRI SUPRATINI NO REK: 141 001159 796 0 Mbah Man sangat berterima kasih atas partisipasi para CanMen, merupakan bentuk kepedulian para CanMen dalam mendukung Mbah Man untuk terus berkarya Bagi CanMen yang SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Satu karya paneMBAHan MANdaraka setelah menamatkan TADBM di jilid 416. Semoga rumah baru di Padepokan Gagakseta masih bisa digunakan untuk bergojek bagi sanak-kadang sebagaimana biasanya. SINOPSIS Pemberontakan Pangeran Jayaraga di Panaraga masih menyisakan luka bagi Mataram. Adi Prabu Panembahan Hanyakrawati berniat untuk tetirahsekaligus berburu
NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2 balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
STSD-31 | GAGAKSETA-2 STSD-31 halaman 79-80. Beberapa kali mereka berdua harus merunduk menghindari sulur-sulur yang menjulur dan saling membelit. Bahkan tak jarang mereka berdua juga harus melompati semak belukar yang sulit ditembus. Tiba-tiba jantung Ki Rangga berdesir tajam. NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang)BENDE MATARAM
Panjenengan klik setiap halaman Bende Mataram, kemudian pada setiap jilid klik halaman 2, dihalaman dua bisa diunduh setiap episode-nya lengkap semua berjumlah 49 episode dari 15 jilid BM..monggo. Balas. On 20/01/2010 at 07:25 Ajar Gurawa said: Sampun dangan Ki Is. STSD-01 | GAGAKSETA-2 Kembali ke TADBM-416 | Lanjut ke STSD-02 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan TADBM) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo STSD Jilid 1 Bagian 1 Malam baru saja lewat sirep bocah. Angin malam yang bertiup cukup keras telah menggugurkan daun-daun kering pepohonan yang tumbuh di halaman istana Kepatihan. Di ruang dalam, tampak limaorang
SW-23 | GAGAKSETA-2
Kembali | TAMAT Hadu.. dimana rontalnya tadi pasti ada yang menyembunyikan harus digeledah satu-satu nih para cantriknya nah.., ternyata Ki Gultom dan Donoloyo ternyata tidak mengakuinya. hadu. untung masih ada serepnya, semoga masih bisa dinikmati yang lainnya. monggo Sawer Wulung_23 Sawer Wulung_23 kalau yang ini tidak bisa juga, satpam menyerah deh tidak tahu TADBM-410 | GAGAKSETA-2 On 27/07/2015 at 12:01 P. Satpam said: Gandok TADBM-410 segera ditutup, gandok TADBM-411 sudah bisa digunakan untuk gojegan setelah beberapa kali buka tutup. NSSW-II-01 | GAGAKSETA-2 balik ke nssw-11>>|lanjut ke NSSW-II-02 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yanghilang)
NSSW-II-06 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 balik ke nssw-ii-05>>|lanjut ke NSSW-II-07 >> NAGA SILUMAN SAWER WULUNG bAGIAN 2 Karya - S. Djatilaksana Ilustrator - Hartojo Diterbitkan Oleh : UP. "MARGADJAYA" Surakarta Tahun 1967 ===== NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) NSSW-II-14 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 3 NSSW-II-14. NSSW seri II sumbangan dari Nyi Dewi KZ, dengan satu pesan: Mohon sanak kadang bisa membantu halaman yang kosong (karena buku aslinya ada beberapa halaman yang hilang) dan satu jilid yang menurut beliau tidak ada. Terima kasih NYi Dewi yang telah menyumbangkan NSSW-II TADBM-410 | GAGAKSETA-2 > TERUSAN ADBM (Lanjutan ADBM versi mbah_man) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo ADBM Seri V Jilid 10 (Jilid 410) Bagian 1 “ALANGKAH dahsyatnya kemampuan orang ini dalam menyerap bunyi dan mengaburkan pengamatan batin sehingga kehadirannya telah luput dari pantauan ajiku sapta pangrungu,” desis Kiai Sabda DadiSW-22 | GAGAKSETA-2
Matur Nuwun mas. Satpam, ki ismoyo,sw 22 sampun berhasil.kagem kadang GS, monggo dipun download.. PEDANG SAKTI TUNGGUL WULUNG Rontal ini sumbangan dari Ki Truno Prenjak. Judul: Pedang Sakti Tunggul Wulung Karya : Herman Pratikto Penerbit: Badan Penerbit CV Muria, Jodjakarta terbitan pertama tahun 1968 PSTW-Jilid 1 , PSTW-Jilid 2, PSTW-Jilid 3, PSTW-Jilid 4, PSTW-Jilid 5SAWER WULUNG _1
Alhamdulillah akhirnya bisa Download Juga..saya sudah coba convert ke dalam PDF dengan program DJVU to PDF EBOOK sayang ukurannya menjadi lebih besar,sekitar 23MB..Matur Nuwun Sampun Di Upload,ini adalah salah satu serial Cersil yang paling saya tunggu TADBM-415 | GAGAKSETA-2 | LAMAN 2 > TERUSAN ADBM (Lanjutan ADBM versi mbah_man) karya mbah_man Padepokan "Sekar Keluwih" Sidoarjo ADBM Seri V Jilid 15 (Jilid 415) Bagian 1 TANPA sadar Ki Demang menatap tajam ke arahnya sehingga dengan cepat orang itu menundukkan wajahnya. “Baiklah,” akhirnya Ki Demang tidak dapat mengelak lagi walaupun dengan NAGA SILUMAN SAWER WULUNG On 24/11/2011 at 18:04 gagakseta said: Ki James Anatramdipura (hiks asma dapukane Nyi Dewi), Kalau nggak salah Naga Siluman Sawer Wulung – bag II “Pusaka Nagasiluman” sepertinya stok ada.. Tapi yaitu Ki.rontalnya hancur-hancuran banyak dimakan apa itu NGET ya alias rayap pada bolong-bolong, maka scanning njlimet hati-hati takutSAWER WULUNG_9
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan CookieGAGAKSETA-2
MELESTARIKAN CERITA SILAT INDONESIASTSD-12
SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH(_LANJUTAN TADBM_)
_KARYA MBAH_MAN_
Padepokan “Sekar Keluwih” SidoarjoSTSD JILID 12
BAGIAN 1
“AMPUN Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga kemudian, “Bukan maksud hamba untuk meragukan kemurahan Yang Maha Agung. Kadang kita tidak menginginkan atau tidak pernah terpikirkan oleh kita untuk mendapatkan sesuatu itu. Namun mengapa Yang Maha Agung justru memberikannya kepadakita?”
Sejenak Kanjeng Sunan termenung mendengar pertanyaan Ki Rangga. Namun akhirnya Kanjeng Sunan pun menjawab, “Ki Rangga, semua yang gumelar di atas jagad raya ini adalah diciptakan dengan tujuan. Tidak ada yang sia-sia dari semua ciptaanNya itu. Tujuan diciptakannya alam dan seluruh isinya ini adalah sebagai cobaan bagi orang-orang yang mempercayai keberadaanNya. Tidak henti-hentinya kita ini selalu dalam cobaanNya, namun jika kita sabar dan selalu berjalan menurut petunjukNya serta berpasrah diri, kita akan selalu dalampertolonganNya.”
Untuk beberapa saat Ki Rangga termenung. Lamunannya terombang-ambing ke masa lalu. Ke masa-masa untuk pertama kalinya Ki Rangga bertemudengan Anjani.
“Pada awalnya sama sekali tidak terbesit niatku untuk membawa Anjani ke Menoreh,” berkata Ki Rangga dalam hati sambil matanya menatap langit-langit bilik yang terbuat dari anyaman bambu sederhana, “Tujuanku menjadikan Anjani sebagai taruhan hanyalah untuk membakar kemarahan kedua gurunya. Dengan demikian sebelum turun ke arena perang tanding, mereka telah tersulut kemarahannya sehingga penalarannya akan menjadi buram. Perhitungan-perhitungannya akan dipenuhi nafsu amarah sehingga menjadi _wor suh_ dan tumpang tindih dalam mengetrapkan ilmumereka.”
Namun ternyata pada saat itu yang terjadi kemudian adalah sebaliknya. Justru Anjani, perempuan muda yang kecantikannya mengalahkan putri-putri keraton itu merasa mendapatkan jalan untuk bisa terlepas dan terbebas dari cengkeraman kekejaman kedua gurunya. “Seandainya aku mengetahui kedudukan Anjani terhadap kedua gurunya pada waktu itu,” kembali Ki Rangga melanjutkan lamunannya, “Tentu aku tidak akan gegabah mengajukannya sebagai persyaratan perangtanding itu.”
Semakin memikirkan persoalannya dengan Anjani, tampak Ki Rangga semakin gelisah. Tanpa sadar bibirnya berdesah perlahan sambil sepasang matanya tetap lekat menatap langit-langit bilik. Ingatannya kembali ke beberapa saat yang lalu sebelum mereka berlima berangkat kegunung Tidar.
“Pangeran Pati telah menjatuhkan titah,” desah Ki Rangga dalam hati tanpa menyadari bahwa kegelisahannya itu sedang diperhatikan oleh Kanjeng Sunan, “Aku sama sekali tidak pernah menduga apalagi berangan-angan untuk mendapatkan seorang Putri Triman.” Masih terbayang jelas dalam ingatan Ki Rangga ketika dia mendapat perintah menghadap Pangeran Pati di ndalem Kapangeranan malam itujuga.
“Penerimaan Putri Triman itu nantinya akan digelar bersamaan dengan wisuda kenaikan pangkat seorang prajurit yang berpangkat Rangga. Atas jasa-jasanya selama ini dalam menegakkan panji-panji Mataram, dia akan dianugrahi pangkat menjadi Tumenggung dengan gelar TumenggungRanakusuma,”
Demikian titah Pangeran Pati pada saat itu. Betapa sekujur tubuh Ki Rangga saat itu terasa sangat dingin bagaikan diguyur banyu sewindu. Bahkan seluruh persendiannya bagaikan terlepas satu-persatu. Ki Rangga benar-benar tidak menduga bahwa dirinya akan _sinengkakake ing ngaluhur_ mendapat anugrah diwisuda menjadi seorang Tumenggung. Namun yang paling mendebarkan dari semua peristiwa yang rencananya akan dilaksanakan beberapa bulan ke depan itu adalah hadiah Putri Trimanitu.
“Ki Rangga,” tiba-tiba terdengar suara Kanjeng Sunan membangunkan lamunan Ki Rangga, “Permasalahan apakah sebenarnya yang sedang membebani hatimu selama ini? Aku dapat merasakan kegelisahan hatimu, walaupun aku hanya dapat menduga-duga dari raut wajahmu yang terlihatsangat gelisah.”
Untuk beberapa saat Ki Rangga justru terdiam. Berbagai pertimbangan hilir mudik dalam benaknya. Namun akhirnya Ki Rangga memutuskan untuk mengungkapkan apa yang telah membebani hatinya selama ini. “Ampun Kanjeng Sunan,” berkata Ki Rangga pada akhirnya, “Hamba sedang menghadapi sebuah permasalahan yang rumit dan hamba tidak tahu harus bagaimana menyelesaikan permasalahan itu.” Kembali Kanjeng Sunan terlihat tersenyum simpul. Wali yang waskita itu sedikit banyak telah dapat meraba ke arah mana Ki Rangga akan mengungkapkan permasalahannya. Namun Kanjeng Sunan masih menahan diri. “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Setiap permasalahan yang sedang menimpa diri kita, pasti Yang Maha Agung tidak akan menyia-nyiakan hambaNya dan akan memberikan jalan keluar namun dengan satu syarat, kita selalu bertawakal kepadaNya dan percaya sepenuh hati akan takdirNya. Kemudian selain akan ditunjukkan jalan keluar dari permasalahan yang sedang kita hadapi, Yang Maha Agung berjanji akan memberikan rejeki dari arah yang tidakdisangka-sangka.”
Untuk beberapa saat Ki Rangga termenung. Dalam hati Ki Rangga mulai mencerna akan makna yang terkandung dalam nasehat Kanjeng Sunan itu. “Apakah jalan keluar yang diberikan Yang Maha Agung atas permasalahan Rara Anjani selama ini adalah dengan cara menerimanya sebagai Putri Triman?” Ki Rangga Agung Sedayu bertanya-tanya dalam hati dengan jantung yang berdebaran, “Dan rejeki yang tak disangka-sangka itu adalah keputusan Sinuhun Prabu Hanyakrawati untuk mengangkatku sebagai seorang Tumenggung?” “Ah!” tanpa sadar Ki Rangga berdesah cukup keras sehingga membuat Kanjeng Sunan mengerutkan keningnya dalam-dalam. “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian demi melihat Ki Rangga tampak terpekur di pembaringannya, “Bolehkah aku bertanya tentang sesuatu hal yang menyangkut kehidupan pribadi Ki Rangga?” Terkejut Ki Rangga mendengar pertanyaan dari Kanjeng Sunan itu sehingga dia telah memalingkan wajahnya. Namun sorot mata penuh wibawa Wali yang waskita itu telah membuat Ki Rangga dengan tergesa-gesa segera membuang pandangan matanya ke langit-langit bilik. “Ampun Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga kemudian setelah menarik nafas terlebih dahulu, “Hamba sama sekali tidak berkeberatan jika Kanjeng Sunan ingin mengetahui kehidupan pribadi hamba. Justru hamba merasa bersyukur jika Kanjeng Sunan berkenan memberikan nasehat dan _pitutur_ demi kebaikan masa depan hamba.” Terlihat Kanjeng Sunan tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Ki Rangga, peristiwa ini sudah terjadi beberapa saat yang lalu. Engkau tentu masih ingat ketika aku memintamu berangkat ke lemah cengkar untuk menolong pasukan Mataram yang sedang dalam kesulitan,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Dibiarkan saja Ki Rangga sejenak mengingat-ingat peristiwa beberapa saat yang lalu itu. Lanjut kanjeng Sunan kemudian, “Sepeninggal Ki Rangga, aku telah menyaksikan sebuah perang tanding yang dahsyat antara dua orang perempuan perkasa di dalam sanggaritu.”
Terkejut Ki Rangga mendengar keterangan Kanjeng Sunan sehingga dia kembali mengangkat kepalanya. Namun dengan cepat diturunkannya kembali kepalanya. Berkata Ki Rangga kemudian, “Ampun Kanjeng Sunan, hamba tidak tahu siapakah kedua perempuan perkasa yang Kanjeng Sunan maksud? Dan untuk apakah keduanya berperang-tanding?” “Ki Rangga,” sahut Kanjeng Sunan kemudian sambil memandang dengan tajamnya ke arah Ki Rangga, “Ketahuilah, kedua perempuan perkasa itu adalah Nyi Sekar Mirah, istrimu melawan murid Resi Mayangkara dari Gunung Kendalisada.” Jika saja ada petir yang meledak sejengkal di atas kepala Ki Rangga pada saat itu, tentu kakak sepupu Glagah Putih itu tidak akan sedemikian terkejut sehingga telah mengangkat kepalanya dan berpaling ke arah Kanjeng Sunan. Pernyataan dari Kanjeng Sunan yang tak terduga itu ternyata telah membuat Ki Rangga terperanjat bukan alang-kepalang. Namun begitu sepasang matanya kembali menatap sorot mata Kanjeng Sunan yang teduh dan dalam, sedalam lautan itu, seolah-olah sorot mata itu telah mampu menembus dada dan menjenguk warna jantungnya. Bergetar dahsyat dada Ki Rangga menyadari semua itu. Sambil kembali meletakkan kepalanya di pembaringan, Ki Rangga pun kemudian berkata “Ampun Kanjeng Sunan, apakah yang Kanjeng Sunan maksud dengan murid Resi Mayangkara itu adalah Rara Anjani? Selir Pangeran PatiMataram?”
Kanjeng Sunan tidak menjawab pertanyaan Ki Rangga. Justru sebaliknya Kanjeng Sunan kembali bertanya, “Ki Rangga, hubungan apakah sebenarnya yang terjalin antara dirimu dengan murid Resi Mayangkara itu sebelum dia diambil selir oleh Pangeran Pati?” Sejenak Ki Rangga harus mengatur gejolak dalam dadanya sebelum menjawab pertanyaan Kanjeng Sunan. Ki Rangga menjadi ragu-ragu sejenak untuk menjawab. Dia tidak tahu harus mengawali dari mana cerita panjang kisah hubungannya dengan Rara Anjani. Hati Ki Rangga benar-benar menjadi sangat gelisah. Jika menurut keterangan Kanjeng Sunan istrinya Sekar Mirah telah berperang tanding dengan Anjani pada saat itu, tentu persoalan yang menyangkut dirinya dengan Anjani telah diketahui oleh istrinya. “Apa yang harus aku katakan kepada Sekar Mirah?” pertanyaan itu bagaikan meledakkan isi dadanya. Berbagai dugaan pun hilir mudik dalam benaknya sehingga akhirnya muncul sebuah dugaan atas terjadinya semuaperistiwa itu.
“Apakah Pandan Wangi telah memberitahu Sekar Mirah tentang kesanggupanku memboyong Anjani ke Menoreh?” pertanyaan itu tidak mampu dijawabnya sendiri sehingga raut wajah Ki Rangga pun terlihatsemakin gelisah.
“Dan pesan Adi Swandaru itu?” tiba-tiba sebuah pertanyaan lain yang tak kalah dahsyatnya melanda jantungnya. “Ah!” kembali sebuah desah meluncur begitu saja dari bibir Ki Rangga yang terlihat masih pucat. “Ki Rangga.” Tiba-tiba terdengar suara Kanjeng Sunan membuyarkan lamunan Ki Rangga, “Sebenarnya aku tidak ingin mencampuri urusan pribadimu terlampau jauh. Pada saat itu aku telah mencoba menanyakan akar permasalahan yang terjadi di antara mereka berdua sehingga harus diselesaikan dengan ujung senjata. Namun agaknya mereka enggan menyampaikannya kepadaku,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Demikian juga Pandan Wangi yang hadir saat itu sebagai saksi, juga enggan menjelaskan persoalan yang sebenarnya. Pandan Wangi merasa takut penjelasannya akan menimbulkan penafsiran yang berbeda sehingga dia lebih condong untuk menunggu penjelasanmu sendiri kepadaistrimu.”
Untuk beberapa saat Ki Rangga tidak mampu berkata-kata. Semua persoalan itu memang berpulang kepada dirinya sendiri. Kejujurannya yang selama ini tidak pernah diragukan oleh Sekar Mirah benar-benarakan dipertaruhkan.
“Nah, Ki Rangga,” berkata Wali yang waskita itu selanjutnya seolah-olah mampu menyelami isi hati Ki Rangga, “Berusahalah memberi keterangan yang sejujurnya kepada istrimu. Memang tidak ada larangan bagi seorang laki-laki untuk menikahi lebih dari seorang perempuan, bahkan sampai empat perempuan sekalipun. Namun sesungguhnya persyaratannya sangatlah berat.” Tanpa sadar Ki Rangga berpaling ke arah Kanjeng Sunan sambil bertanya, “Ampun Kanjeng Sunan, apakah persyaratannya itu?” Kanjeng Sunan tersenyum menanggapi pertanyaan Ki Rangga. Dengan tetap tersenyum, Kanjeng Sunan pun justru balik bertanya, “Apakah engkau tertarik Ki Rangga?” “Ah,” bersemu merah wajah Ki Rangga. Namun cepat-cepat dia menjawab, “Ampun Kanjeng Sunan, setidaknya tidak ada salahnya jika hamba serba sedikit mempunyai pengetahuan tentang itu.” “Atau barangkali engkau mencoba menimbang-nimbang dirimu sendiri, sudah cukup memenuhi persyaratankah untuk melangkah ke arah itu?” “Ah,” kembali rona merah mewarnai wajah Ki Rangga. Jauh di lubuk hatinya sebenarnyalah Ki Rangga telah digelisahkan tentang PutriTriman itu.
“Sebenarnyalah Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan selanjutnya, “Persyaratan itu dikembalikan kepada diri masing-masing setiap laki-laki. Bukan permasalahan mampu atau tidaknya seorang laki-laki itu berbuat adil terhadap istri-istrinya, namun yang menjadi penekanan di dalam perintah Yang Maha Agung itu adalah, langkah yang terbaik yang harus diambil jika merasa tidak mampu berbuat adil.” Tampak kerut merut di kening Ki Rangga semakin dalam. Dia masih merasa kesulitan untuk mencerna penjelasan wali yang waskita itu. Namun Ki Rangga tidak tahu, apa yang harus ditanyakan. Agaknya Kanjeng Sunan mampu membaca raut wajah Ki Rangga yang sedikit kebingungan itu. Maka berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Ki Rangga, jika seorang laki-laki sudah mulai ada sepercik niat untuk membagi cintanya dengan perempuan lain dalam bingkai sebuah rumah tangga, jangan terlalu berharap bahwa laki-laki itu pasti akan dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya. Namun sebelum dia mulai melangkah menuju ke arah itu, dia harus memulai bertanya kepada dirinya sendiri, mampukah dia akan berbuat adil?” Kerut merut di dahi Ki Rangga pun semakin dalam. Tanpa sadar, seolah hanya ditujukan kepada dirinya sendiri, Ki Rangga pun kemudian bertanya dengan suara perlahan, “Adakah seorang laki-laki di muka bumi ini yang mampu berbuat adil?” Kanjeng Sunan tersenyum masam mendengar pertanyaan Ki Rangga. Jawab Kanjeng Sunan kemudian, “Kemungkinan itu sangat kecil Ki Rangga. Karena letak keadilan itu bukan pada diri laki-laki itu. Namun keadilan itu justru terletak pada diri istri-istrinya.” Untuk sejenak Ki Rangga justru menjadi heran. Seorang laki-laki diharapkan dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya. Namun mengapa Kanjeng Sunan justru memberikan penjelasan yang terbalik? Keadilan itu terletak pada istri-istrinya? “Ampun Kanjeng Sunan,” akhirnya Ki Rangga yang tidak mampu menahan pertanyaan dalam dadanya itu pun mengajukan sebuah pertanyaan, “Bagaimana mungkin keadilan itu terletak pada istri-istrinya, bukan pada seorang laki-laki yang menjadi suami mereka?” Untuk beberapa saat Kanjeng Sunan termenung. Namun akhirnya wali yang waskita itu pun menjawab, “Ketahuilah Ki Rangga, keadilan seorang suami itu memang terletak pada istri-istrinya. Maksudnya, sejauh mana hati istri-istrinya itu merasa ikhlas dan ridhlo terhadap kasih sayang maupun penghidupan yang diberikan oleh suami mereka, tanpa membandingkan antara istri satu dengan yang lainnya. Istri-istri itu hanya mempunyai satu keyakinan yang kuat bahwa suaminya adalah merupakan jembatan untuk meraih keberhasilan dalam hidup di alam kelanggengan nanti. Istri-istri itu lebih mementingkan kehidupan yang langgeng dari pada kehidupan di dunia ini yang penuh dengan permainandan tipu daya.”
Kali ini penjelasan Kanjeng Sunan itu terasa mengethuk dinding-dinding hati Ki Rangga dan gemanya terasa sampai ke dasar hatinya yang paling dalam. Betapa selama dalam hidup bebrayan dan berumah tangga ini, Ki Rangga dan istrinya masih mengedepankan dalam meraih kebahagiaan dunia. Belum begitu menaruh perhatian yang lebih untuk meraih kebahagian abadi kelak di alam kelanggengan. “Selama ini aku dan Sekar Mirah belum bersungguh-sungguh dalam meraih kebahagian di kehidupan kelak,” berkata Ki Rangga dalam hati, “Apa yang kami jalani dalam menyembah kepada Dzat Yang Maha Agung adalah sekedar menggugurkan kewajiban. Belum ada kesungguhan hati dalam meraih ridhloNya.” “Ampun Kanjeng Sunan,” bertanya Ki Rangga kemudian setelah sejenak mereka berdua terdiam, “Bagaimanakah caranya agar para istri mempunyai pemahaman sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Kanjeng Sunan tadi? Menurut pengamatan hamba, mencari seorang istri yang ridhlo terhadap suaminya rasa-rasanya sama sulitnya dengan mencari seorang suami yang mampu berbuat adil.” Terdengar Kanjeng Sunan tertawa pendek. Jawab Kanjeng Sunan kemudian, “Pemahaman itu harus dicari Ki Rangga. Jangan berdiam diri saja. Laki-laki maupun perempuan mempunyai kewajiban yang sama dalam mencari ilmu. Dengan ilmu seseorang akan bertambah pengetahuannya yang pada akhirnya akan menimbulkan pemahaman di dalam dirinya untuk menyikapi kehidupan di dunia ini.” Tanpa sadar Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara pandangan matanya menerawang ke langit-langit bilik yang terbuat dari anyaman kulit bambu yang sangat sederhana. Diam-diam Ki Rangga sedang menimbang-nimbang, bagaimana perasaan Sekar Mirah kemudian seandainya penganugerahan Putri Triman itu sudah tidak mampu dihindarinya lagi. “Nah, Ki Rangga, apakah engkau masih tertarik untuk mencobanya?” tiba-tiba sebuah pertanyaan dari Kanjeng Sunan telah membangunkanlamunannya.
Merasa mendapat jalan untuk mengungkapkan permasalahannya, Ki Rangga pun segera berkata, “Ampun Kanjeng Sunan. Sesungguhnya Pangeran Pati Mataram telah menjatuhkan sebuah titah kepada hamba yang sangat sulit untuk hamba laksanakan. Hamba tidak tahu harus bagaimana menyikapititah itu.”
“Apakah titah Pangeran Pati itu?” dengan serta merta Kanjeng Sunanpun bertanya.
Sejenak Ki Rangga menarik nafas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang tiba-tiba saja menjadi pepat. Setelah getar di dalam dadanya menjadi sedikit reda, Ki Rangga pun kemudian menceritakan tentang perintah Pangeran Pati untuk menghadap di Istana Kapangeranan sebelum mereka berlima berangkat ke Gunung Tidar. Ketika Ki Rangga telah menyelesaikan ceritanya, untuk beberapa saat tampak Kanjeng Sunan termangu-mangu. Kerut merut di kening Kanjeng Sunan pun tampak semakin dalam. “Aneh,” tiba-tiba saja terdengar Kanjeng Sunan bergumam perlahan namun cukup mengejutkan Ki Rangga. “Ampun Kanjeng Sunan?” bertanya Ki Rangga kemudian demi melihat Kanjeng Sunan hanya diam termangu. Wajah yang biasanya sareh itu tampak sedikit resah. Namun setelah menarik nafas panjang, wajah Kanjeng Sunan pun tampak kembali tenang dan sumeleh. Betapa Kanjeng Sunan selalu berusaha bersandar dan berpasrah diri kepada Yang Maha Pemberi Hidup ini. “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan pada akhirnya setelah sejenak terdiam, “Aku menangkap sesuatu yang aneh dengan adanya peristiwa demi peristiwa yang terjadi selama ini. Keputusan Panembahan Hanyakrawati untuk menganugerahkan pangkat Tumenggung kepadamu itu memang sudah sewajarnya sesuai dengan dharma baktimu kepada Mataram selama ini. Namun keputusan Pangeran Pati untuk sekaligus memberikan Rara Anjani sebagai Putri Triman kepadamu itulah yang masih menyisakan sebuah pertanyaan. Dan aku yakin jawaban pertanyaan itu ada di dalamdirimu sendiri.”
Kali ini Ki Rangga tidak mampu untuk mengelak lagi. Persoalannya dengan Anjani harus benar-benar tuntas sebelum dia diwisuda menjadiseorang Tumenggung.
“Ampun Kanjeng Sunan,” berkata Ki Rangga kemudian, “Jika Kanjeng Sunan berkenan mendengar cerita hamba, hamba akan menjelaskan hubungan yang telah terjadi antara hamba dengan Rara Anjani sebelum dia menjadi selir Pangeran Pati.” “Silahkan Ki Rangga,” jawab Kanjeng Sunan dengan serta merta disertai dengan sebuah senyuman yang sareh, “Aku akan menjadi pendengar yang baik, dan semoga Yang Maha Agung akan memberikan jalan terbaik bagi kita semua, khususnya bagi dirimu dan keluargamu.” Ki Rangga kembali menarik nafas panjang. Kali ini dia sudah bertekat untuk menceritakan apa adanya tentang hubungannya dengan Rara Anjani. Terserah bagaimana nanti penilaian Kanjeng Sunan terhadap dirinya. Demikianlah akhirnya, Ki Rangga kembali bercerita tentang awal mulanya dia bertemu denga Anjani ketika masih menjadi murid Goh Muka dan Roh Muko, dua orang murid Perguruna Tal Pitu yang ingin membalas dendam akan kematian guru mereka, Ajar Tal Pitu. Ketika Ki Rangga telah selesai bercerita, betapa tampak wajahnya sedikit cerah. Seolah-olah beban berat yang menghimpit dadanya selama ini telah terlepas, walaupun belum dapat dikatakan akhir darisemuanya.
Tampak Kanjeng Sunan mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar kisah Ki Rangga yang cukup pelik itu. Wali yang waskita itu pun maklum akan tujuan Ki Rangga menjadikan Anjani sebagai taruhan pada saat itu. Ki Rangga saat itu memang tidak mempunyai gambaran sama sekali tentang kekuatan lawan. Ki Rangga harus berhitung dengan cermat jika harus melawan tiga orang sekaligus. Melawan hanya dengan kekuatan kerasnya tulang dan liatnya kulit saja tidak akan cukup, harus menggunakan otak untuk menyusun siasat agar lawan terpedaya. “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian setelah sejenak mereka terdiam, “Apa yang engkau ajukan sebagai persyaratan perang tanding itu memang dapat diterima oleh akal. Goh Muka dan Roh Muka menuntut nyawamu sebagai taruhan. Sedangkan di lain pihak, engkau mengajukan Anjani sebagai persyaratan jika engkau keluar sebagai pemenang,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Aku memahami sepenuhnya jika sebenarnya dalam hati kecilmu tidak ingin balas dendam itu menjadi berkepanjangan dan turun temurun tidak ada habis-habisnya. Disamping itu engkau mengira bahwa dengan mengusik keberadaan Anjani sebagai murid kedua orang itu, engkau berharap akan dapat menimbulkan kemarahan keduanya sehingga akan sedikit banyak mempengaruhi jalannyaperang tanding.”
“Sendika Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga cepat, “Namun satu hal yang hamba tidak sadari, ternyata Anjani selama itu merasa terpenjarakan oleh kedua gurunya dan sedang mencari jalan untukmelepaskan diri.”
“Sehingga persyaratan perang tanding yang engkau ajukan itu telah disambut dengan suka cita oleh Anjani,” sahut Kanjeng Sunankemudian.
“Hamba Kanjeng Sunan. Pada saat itu hamba justru berharap Anjani akan bela pati terhadap kematian kedua gurunya,” berkata Ki Rangga selanjutnya, “Namun yang terjadi justru sebaliknya, selepas perang tanding dan berakhir dengan kematian kedua gurunya itu, Anjani benar-benar menuntut janjiku untuk membawanya ke Menoreh.” Kembali Kanjeng Sunan tampak termenung. Namun itu hanya terjadi sesaat. Berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Persoalan antara Ki Rangga dan Anjani sebenarnya sudah selesai ketika Pangeran Pati kemudian berkenan mengambilnya sebagai selir. Bukankah begitu seharusnya, KiRangga?”
“Hamba Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga dengan suara sedikit parau. Setelah menelan ludah beberapa kali untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba saja menjadi sangat kering, barulah Ki Rangga melanjutkan, “Hamba baru mengerti duduk permasalahannya ketika hamba diperintahkan menghadap Pangeran Pati di nDalem Kapangeranan saat itu. Pangeran Pati telah bercerita banyak tentang Rara Anjani. Rara Anjani pun telah berterus-terang kepada Pangeran Pati tentang keadaan dirinya. Dan yang membuat Pangeran Pati memutuskan untuk menghadiahkan Rara Anjani kepada hamba sebagai Putri Triman adalah cerita Rara Anjani tentang janji hamba untuk membawanya ke Menoreh.” Untuk sejenak suasana menjadi sunyi. Lampu dlupak yang terletak di ajug-ajug tampak berkedip-kedip tertiup angin malam yang menerobos lewat celah-celah jendela satu-satunya yang terdapat di bilik itu. Sementara nyanyian binatang malam di luar bilik terdengar bersahut-sahutan dalam irama yang ajeg. “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian setelah sejenak mereka terdiam, “Sudah menjadi kebiasaan para Bangsawan tanah Jawa, khususnya keluarga kerajaan untuk memberikan seorang Putri Triman kepada seseorang yang dianggap telah berjasa, baik berjasa terhadap kerajaan ataupun berjasa secara pribadi. Tidak akan menjadi persoalan jika memang dalam penyerahan Putri Triman itu tetap berpegang pada tatanan dan paugeran dari kitab suci Yang Maha Agung serta sesuai dengan tuntunan UtusanNya.” “Hamba mohon petunjuk, Kanjeng Sunan,” dengan cepat Ki Rangga segera mengajukan sebuah pertanyaan. “Ketahuilah Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan selanjutnya, “Putri Triman yang diserahkan itu sebaiknya ditanya terlebih dahulu, apakah memang dia tidak berkeberatan untuk dijadikan Putri Triman? Karena kita dilarang memaksakan kehendak terhadap seorang perempuan dengan alasan apapun serta mengabaikan apa yang menjadi keinginan hatinya. Jika memang dia tidak berkeberatan, maka Putri Triman itu harus diceraikan secara syah terlebih dahulu dan kemudian harus ada batasan hitungan waktu bagi perempuan itu untuk menunggu. Seorang laki-laki yang akan menerima Putri Triman itu tidak dapat dengan serta merta mengawininya, itu melanggar aturan Yang Maha Agung danUtusanNya.”
Ki Rangga termangu-mangu mendengar penjelasan Kanjeng Sunan. Berbagai tanggapan muncul dalam benaknya. “Apalagi jika perempuan itu kemudian diketahui telah mengandung dari suaminya yang terdahulu, maka masa tunggu perempuan itu untuk dinikahi adalah setelah bayi yang dikandungnya dilahirkan.” Ki Rangga kembali menarik nafas dalam-dalam. Pengetahuannya tentang tatanan dan paugeran hidup bebrayan ini sedikit banyak menjadi bertambah. Dengan demikian jika penganugerahan Putri Triman itu jadi dilaksanakan, masing-masing yang bersangkutan, baik dirinya, Rara Anjani maupun Sekar Mirah masih mempunyai cukup waktu untuk berpikir jernih dan berunding untuk memutuskan langkah terbaik bagi kebahagiaanmasa depan mereka.
“Keputusan Pangeran Pati untuk menganugerahkan Rara Anjani sebagai Putri Triman itu kelihatannya sudah sejalan dengan keinginan Rara Anjani itu sendiri,” sejenak Ki Rangga berangan-angan dalam benaknya, “Aku masih mempunyai waktu untuk menjelaskan duduk permasalahannya kepada Sekar Mirah. Apalagi jika ternyata Rara Anjani telah terbukti mengandung benih dari Pangeran Pati, waktu kami bertiga untuk mengendapkan hati dan menjernihkan akal masih cukup banyak. Semoga Yang Maha Agung memberikan jalan yang terbaik.” “Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian memecah kesunyian, “Terlepas dari kedudukan Rara Anjani yang nantinya akan menjadi Putri Triman, janji itu ibaratnya adalah hutang. Tentu saja jika janji itu berpegang pada paugeran dan tatanan yang telah digariskan oleh Yang Maha Agung. Seseorang tidak diwajibkan bahkan dilarang untuk memenuhi sebuah janji jika janji itu ternyata menyalahi paugeran dan tatanan. Namun jika janji itu baik dan akan membawa harapan kebaikan di masa mendatang, maka janji itu wajib dilaksanakan. Jika tidak, nanti di alam kelanggengan akan sangatlah berat tanggungannya bagi orang yang mengingkari janji. Sesungguhnya setiap janji itu akan dimintai pertanggung-jawabannya.” Berdesir jantung Ki Rangga mendengar penjelasan Kanjeng Sunan itu. Tanpa sadar terloncat sebuah pertanyaan, “Mohon ampun Kanjeng Sunan, jika hamba boleh mengetahuinya, beban apakah yang harus ditanggung oleh seseorang di alam kelanggengan nanti jika dia telah mengingkari janji selama hidup di dunia ini?” Kanjeng Sunan menarik nafas sejenak sebelum menjawab pertanyaan Ki Rangga. Kemudian dengan suara perlahan namun sangat jelas di telinga Ki Rangga, Kanjeng Sunan pun menjawab, “Dia akan mendapatkan laknat dan taubatnya tidak akan diterima.” _UNTUK SEJENAK SUASANA MENJADI SUNYI. LAMPU DLUPAK YANG TERLETAK DI AJUG-AJUG TAMPAK BERKEDIP-KEDIP TERTIUP ANGIN MALAM ……._ Bergetar sekujur tubuh Ki Rangga. Keringat dingin membasahi tengkuk dan sekujur punggungnya. Penyesalan yang sangat pun telah menderadadanya.
“Nah, Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan selanjutnya, “Ada satu hal yang aku belum mengerti dan mungkin engkau mengetahui jawabannya. Jika memang Pangeran Pati telah berkenan menganugerahkan selirnya sebagai Putri Triman kepadamu, namun mengapa Rara Anjani itu justru telah meninggalkan Istana Kapangeranan?” Terkejut Ki Rangga mendengar penjelasan Kanjeng Sunan itu sehingga tanpa sadar dia telah mengangkat kepalanya kembali. Sepasang matanya pun segera beradu dengan pandangan mata Kanjeng Sunan yang teduh dansareh.
“Ampun Kanjeng Sunan,” berkata Ki Rangga kemudian sambil meletakkan kembali kepalanya dan melemparkan pandangan matanya ke langit-langit bilik, “Sejauh ini hamba belum mengetahui jika Rara Anjani telah meninggalkan Istana Kapangeranan.” Kanjeng Sunan tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. Berkata wali yang waskita itu kemudian, “Ketahuilah Ki Rangga. Sebelum terjadinya benturan antara dirimu dengan Kiai Damar Sasangka, aku telah tiba terlebih dahulu di tempat engkau menyembunyikan wadagmu. Namun ternyata di tempat itu telah hadir seseorang yang aku kenal namanya hanya dari cerita yang berkembang dari mulut ke mulut. Cerita seorang Resi yang mempunyai kesaktian tiada taranya, dan Resi itu bernama Resi Mayangkara yang tinggal di bukit Kendalisada,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Dan yang aku tidak mengerti, mengapa Rara An jani yang telah menjadi selir Pangeran Pati itu juga berada di tempat itu?” _Lir kadya sinamber ing gelap luput, _Ki Rangga pun terkejut bukan alang kepalang mendengar keterangan Kanjeng Sunan. Ki Rangga benar-benar tidak menduga bahwa pada saat Ww sedang menyabung nyawa dengan pemimpin perguruan Sapta Dhahana itu ternyata Rara Anjani sedang berada tak jauh dari tempatnya. “Ampun Kanjeng Sunan,” berkata Ki Rangga kemudian setelah gejolak di dalam dadanya sedikit mereda, “Hamba benar-benar tidak habis mengerti, mengapa Rara Anjani mengikuti Resi Mayangkara? Bukankah dia seharusnya berada di nDalem Kapangeranan?” “Itulah yang aku juga belum mengetahui sebabnya,” jawab Kanjeng Sunan kemudian sambil membetulkan letak duduknya, “Namun aku mempunyai panggraita jika kepergian selir Pangeran Pati itu atas kehendaknya sendiri,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, “Adapun kehadiran Resi yang namanya hanya dikenal lewat dongeng-dongeng itu pasti atas permintaan murid satu-satunya itu.” Entah sudah untuk yang keberapa kalinya Ki Rangga menarik nafas dalam-dalam. Hatinya kembali menjadi resah begitu mengetahui Rara Anjani telah meninggalkan nDalem Kapangeranan. Berbagai pertanyaan pun muncul dalam benaknya. Namun Ki Rangga tidak mampu untuk sekedar mencari jawaban dari apa yang telah terjadi itu hanya menurut dugaannya saja. Ketika terasa dadanya semakin sesak menahan pertanyaan yang tidak mampu dijawabnya sendiri, Ki Rangga pun memberanikan diri untuk mengajukan sebuah pertanyaan. Bertanya Ki Rangga kemudian, “Mohon ampun Kanjeng Sunan. Mohon kiranya Kanjeng Sunan dapat memberikan hamba sebuah pencerahan. Apakah Kanjeng Sunan mengetahui untuk apa Resi Mayangkara dan muridnya berada di tempat itu saat benturan itu terjadi?” Kanjeng Sunan menarik nafas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Ki Rangga. Sejenak kemudian barulah Kanjeng Sunan menjawab, “Ketahuilah Ki Rangga, seandainya aku terlambat datang ke tempat itu, mungkin Resi Mayangkara lah yang akan membangunkan samadimu.” Terasa sebuah desir tajam menggores jantung Ki Rangga. Ternyata Resi yang sakti itu bersama Rara Anjani telah berada di tempat persembunyian wadagnya itu beberapa saat sebelum benturan dahsyat ituterjadi.
“Seandainya Kanjeng Sunan terlambat hadir di tempat itu dan yang membangunkan aku dari alam sonyaruri adalah Resi Mayangkara, apakah yang akan terjadi selanjutnya?” pertanyaan itu melingkar-lingkar dibenak Ki Rangga.
“Dan mungkin sekarang ini aku tidak dirawat di pesantren gunung Muria, akan tetapi mungkin dibawa ke Gunung Kendalisada,” kembali Ki Rangga berangan-angan, “Dan yang paling berkepentingan untuk merawat luka-lukaku tentu saja Rara Anjani.” “Ah,” tiba-tiba tanpa sadar sebuah desah kembali meluncur dari bibir Ki Rangga Agung Sedayu. Agaknya segala gerak-gerik Ki Rangga itu sempat tertangkap panggraita Kanjeng Sunan. Maka berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Bersyukurlah Ki Rangga, Yang Maha Agung masih berkenan menyelamatkan dirimu. Namun sebenarnyalah aku tidak tahu yang sebenar-benarnya isi di dalam hatimu. Apakah engkau lebih senang dirawat di pesantren ini ataukah di Gunung Kendalisada?” “Ah!” kali ini desah Ki Rangga terdengar sedikit keras disertai dengan sebuah senyum masam di bibirnya. Agaknya Wali yang waskita itu mampu meraba isi dada Ki Rangga sehingga Ki Rangga menjadi maludibuatnya.
“Sudahlah Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan selanjutnya, “Aku pada saat itu memang belum mengetahui sejauh mana hubungan kalian berdua, maksudku Rara Anjani dengan Ki Rangga. Namun yang sempat aku dengar, perempuan muda itu berkali-kali memaksa gurunya untuk mengikuti jejakku yang membawamu ke Gunung Muria. Aku yakin Resi yang sakti itu pasti bisa menyusulku jika memang itu yang diinginkannya. Namun agaknya Resi itu mengetahui hubunganmu dengan Rara Anjani sehingga dia tidak mengabulkan permohonan murid satu-satunya itu.” Kembali sebuah desir tajam menusuk jantung Ki Rangga. Untuk beberapa saat Ki Rangga justru merasa sebuah penyesalan telah menghentak dadanya. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa sampai sejauh itu perhatian Rara Anjani kepadanya, walaupun kini dia telah mendapat kamukten _sinengkakake ing ngaluhur_ menjadi selir Pangeran PatiMataram.
“Aku lah yang telah menjadi biang permasalahan ini,” berkata Ki Rangga dalam hati, “Awal dari sebuah permainan yang pada akhirnya menjadi sebuah _klilip_ di dalam rumah tanggaku.” “Sudahlah Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan pada akhirnya begitu melihat Ki Rangga lama termenung, “Aku harus segera berangkat ke Kotaraja di penghujung malam ini. Ada sebuah peristiwa penting yang tidak dapat aku jelaskan. Namun sebelum aku berangkat, apakah masih ada permasalahan yang ingin engkau sampaikan? Maksudku selain permasalahanmu dengan Rara Anjani,” Kanjeng Sunan berhenti sejenak untuk mengamati raut wajah Ki Rangga yang tampak sedikit menegang. Lanjut Kanjeng Sunan kemudian, “Aku yakin Rara Anjani sekarang ini telah mendapat perlindungan dari gurunya di Gunung Kendalisada. Permasalahan apa yang membuat Rara Anjani meninggalkan Istana Kapangeranan nanti akan aku tanyakan langsung kepada Pangeran Pati setibanya aku di Kotaraja.” Terasa dada Ki Rangga menjadi sedikit lapang. Untuk sementara waktu permasalahan dirinya dengan Rara Anjani dapat dikesampingkan dahulu. “Ampun Kanjeng Sunan,” berkata Ki Rangga kemudian, “Perkenankan hamba menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan ilmu yang telah hamba pelajari dari Ki Waskita.” Kanjeng Sunan mengerutkan keningnya sejenak mendengar perkataan Ki Rangga itu. Namun Kanjeng Sunan justru telah ganti bertanya, “Apakah engkau langsung berguru kepada Ki Waskita sebagaimana engkau berguru kepada Kiai Gringsing?” Ki Rangga yang menyadari arah pertanyaan Kanjeng Sunan itu menggeleng. Jawabnya kemudian, “Tidak Kanjeng Sunan. Hamba hanya diberi kesempatan untuk membaca kitab warisan perguruan Ki Waskita dan memahatkan seluruh isinya di dinding-dinding ingatan hamba untuk kemudian di satu kesempatan hamba pelajari secara bertahap.” Kanjeng Sunan tersenyum. Katanya kemudian, “Ki Rangga, sesungguhnya menurut tataran sebuah perguruan, engkau bukan murid Ki Waskita, justru engkau adalah saudara seperguruan Ki Waskita itu sendiri.” Ki Rangga tampak mengerutkan keningnya. Dengan sedikit ragu-ragu dia pun kemudian berkata, “Ampun Kanjeng Sunan. Di dalam menjalani setiap laku dari ilmu kitab perguruan Ki Waskita itu, hamba selalu meminta petunjuk dan bimbingan Ki Waskita. Ki Waskita selalu mendampingi hamba layaknya seorang guru mendampingi muridnya.” “Engkau benar Ki Rangga,” sahut Kanjeng Sunan dengan serta merta, “Namun dengan demikian bukan berarti Ki Waskita itu seolah-olah telah menjadi gurumu. Akan tetapi lebih cenderung menjadi seorang kakak seperguruan yang membimbing dan mengarahkan kepada saudara muda seperguruannya untuk mendalami ilmu sepeninggal gurunya.” Ki Rangga mengangguk-anggukkan kepalanya. Sekarang dia dapat memaklumi, mengapa selama ini Ki Waskita membebaskan dirinya untuk memilih bagian ilmu yang mana yang ingin ditekuninya dan hanya mendampinginya dalam menjalani sebuah laku? Ki Waskita tidak menentukan sebuah tingkatan ilmu yang harus ditekuninya sebagaimana layaknya seorang guru terhadap muridnya. “Ternyata Ki Waskita selama ini menganggapku sebagai saudara seperguruan,” berkata Ki Rangga dalam hati, “Ki Waskita dengan senang hati akan memberi petunjuk selama aku memintanya. Jika aku tidak memintanya, Ki Waskita benar-benar menyerahkan semua persoalan sepenuhnya kepadaku.” “Nah, Ki Rangga,” bertanya Kanjeng Sunan kemudian membangunkan lamunan Ki Rangga, “Persoalan apakah yang ingin engkau sampaikan kepadaku sehubungan dengan ilmu yang engkau pelajari dari kitab KiWaskita itu?”
“Ampun Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga pada akhirnya, “Selama hamba menekuni ilmu-ilmu dari kitab Ki Waskita, hamba rasa-rasanya semakin hari semakin digelisahkan oleh isyarat-isyarat yang datang tanpa hamba kehendaki. Isyarat itu datang begitu saja tanpa hamba mampu mengenali apa arti isyarat itu. Namun jika hamba mencoba mengerahkan segenap kemampuan dan mengerahkan nalar dan budi hamba untuk meraba isyarat itu, tiba-tiba saja isyarat itu menghilang begitusaja.”
Kanjeng Sunan mengerutkan keningnya dalam-dalam mendengar uraian Ki Rangga. Setelah menarik nafas panjang terlebih dahulu, barulah Kanjeng Sunan kemudian menjawab, “Ki Rangga, sebenarnya tidak ada kewajiban di dalam diri kita untuk mempelajari sebuah ilmu untuk mengetahui masa depan. Bahkan kita dilarang untuk mencoba menebak ataupun memberitahu seseorang tentang masa depannya. Apa yang telah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi adalah mutlak kekuasaan Yang Maha Agung untuk menentukan, bukan wewenang kita untuk mengetahuinya bahkan mencoba untuk mengaturnya. Jadi, sebaiknya getaran-getaran isyarat yang mulai muncul dalam diri Ki Rangga itu sebaiknya dilupakan saja. Berdoalah untuk kebaikan setiap kali isyarat itu muncul. Dengan demikian apapun yang akan terjadi nanti sudah kita pasrahkan kepadaYang Maha Agung.”
Berdesir dada Ki Rangga mendengar uraian panjang lebar Kanjeng Sunan. Jauh di dalam lubuk hatinya, Ki Rangga merasa keberatan untuk mengabaikan getaran-getaran isyarat yang sering diterimanya itu. Namun jika memang Kanjeng Sunan menyarankan untuk mengabaikan semua itu, Ki Rangga akan mencoba meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada KiWaskita.
“Apakah engkau ragu, Ki Rangga?” bertanya Kanjeng Sunan selanjutnya, “Ataukah engkau merasa sayang untuk mengabaikan getaran-getaran isyarat itu? Ketahuilah Ki Rangga, mengapa aku menyarankan lebih baik engkau mengabaikan semua itu? Karena kita tidak berhak mengatur masa depan kita sendiri atau bahkan masa depan orang lain sekalipun. Selalu berprasangka baiklah terhadap kehendak Yang Maha Agung. Sehingga dalam kehidupan keseharian, kita akan selalu tenang dalam menjalaninya.” Kembali Ki Rangga termenung untuk beberapa saat. Tiba-tiba terbesit sebuah keinginan dalam hatinya untuk menanyakan tentang isyarat yang baru saja diterimanya. “Kabut tebal yang bergulung-gulung itu. Kemudian muncul seraut wajah yang sudah sangat aku kenal,” berkata Ki Rangga dalam hati kemudian sambil mencoba mengingat-ingat getaran isyarat yang baru saja diterima dari alam bawah sadarnya, “Wajah Rara Anjani tiba-tiba saja menghilang dan sebagai gantinya muncul berpuluh-puluh orang berkuda yang berpacu kencang menuju ke tempatku berdiri.” Sampai disitu Ki Rangga memutuskan untuk menanyakan langsung kepada Kanjeng Sunan. Namun niat itu segera diurungkannya begitu Ki Rangga teringat akan nasehat Kanjeng Sunan. “Lebih baik dilupakan saja dan memperbanyak doa dengan sungguh-sungguh agar Yang Maha Agung selalu memberikan yang terbaik,” berkata Ki Rangga dalam hati sambil melonggarkan dadanya dengan sebuah tarikan nafas yang panjang. Melihat wajah Ki Rangga menjadi sedikit cerah, wali yang waskita itu pun tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Ki Rangga, itulah yang dapat aku sarankan kepadamu. Semoga bermanfaat untuk masa depanmu.” “Sendika Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga dengan serta merta. Ketika melihat Kanjeng Sunan bangkit berdiri, Ki Rangga pun berusaha untuk bangkit dari pembaringan. Namun dengan cepat segera dicegah olehKanjeng Sunan.
“Berbaring sajalah Ki Rangga,” berkata Kanjeng Sunan kemudian sambil tangannya memberi isyarat, “Aku akan memerintahkan Mas Santri untuk membawakanmu air, bukan sembarang air karena air itu berasal dari Tanah Suci yang dengan seijin Yang Maha Agung akan sangat bermanfaat untuk membantu memulihkan kesehatanmu.” “Hamba Kanjeng Sunan,” jawab Ki Rangga dengan takdimnya. “Mas Santri akan mengajarimu bagaimana membaca doa sebelum meminum air suci itu,” berkata Kanjeng Sunan selanjutnya sambil melangkah pergi setelah mengucapkan salam terlebih dahulu. Dengan cepat Ki Rangga pun segera membalas salam itu. Demikianlah akhirnya Ki Rangga kembali ditinggal sendiri di dalam bilik. Untuk beberapa saat Ki Rangga masih mencoba mencerna segala nasihat yang telah diberikan oleh Kanjeng Sunan. Memang ada harapan dan juga ada sedikit keraguan untuk menapak masa depan. Namun ketika Ki Rangga teringat akan pesan Kanjeng Sunan untuk selalu bersandar kepada Yang Maha Agung, hati Ki Rangga pun menjadi tenang kembali. Dalam pada itu Kanjeng Sunan yang telah meninggalkan bilik Ki Rangga segera melangkah menuju halaman depan. Kanjeng Sunan sudah sangat paham kemana harus mencari Mas Santri. Agaknya Mas Santri dan Glagah Putih yang sedang duduk-duduk di tlundak masjid itu segera melihat Kanjeng Sunan yang berjalan ke arah mereka. Dengan tergopoh-gopoh keduanya pun segera bangkit berdiri dan menyongsong kedatangan Kanjeng Sunan. “Sembah sungkem kami, Kanjeng Rama,” berkata Mas Santri kemudian sambil membungkuk dan merangkapkan kedua tangannya di depan wajahnya. Glagah Putih pun segera berbuat serupa. Kanjeng Sunan tersenyum sambil memberi isyarat keduanya untuk bersikap sewajarnya saja. Berkata Kanjeng Sunan kemudian, “Mas Santri, bawalah air minum dari Tanah Suci itu secukupnya kepada Ki Rangga. Ajari Ki Rangga membaca doa sebelum meminum air suci itu agar dengan seijin Yang Maha Agung, Ki Rangga akan mendapatkan kesembuhan dankesehatan.”
“Sendika, Kanjeng Rama,” jawab Mas Santri sambil kembali membungkukkan badannya dan merangkapkan kedua tangannya di depan wajah. Glagah Putih pun kembali mengikuti apa yang dilakukan MasSantri.
Sepeninggal Kanjeng Sunan, Mas Santri segera mengajak Glagah Putih meninggalkan tempat itu. “Mas Santri,” bertanya Glagah Putih kemudian sambil mengikuti langkah putra Kanjeng Sunan itu, “Apakah yang dimaksud Kanjeng Sunan dengan air suci itu?” Mas Santri tersenyum sambil berpaling sekilas. Tanpa menghentikan langkahnya, diapun menjawab, “Itu adalah air yang diambil dari sumur yang berada di Tanah Suci, tanah kelahiran Junjungan kita. Sumber air itu tidak pernah kering dan tidak pernah surut sepanjang masa. Airnya begitu bening sejuk dan segar. Dapat langsung diminum. Yang Maha Agung telah menganugerahkan sumber air suci itu bagi seluruh penduduk Kota Suci khususnya dan ke seluruh penjuru dunia pada umumnya.” Glagah Putih mengerutkan keningnya dalam-dalam. Dia memang pernah mendapat cerita itu dari ayahnya. Cerita tentang sebuah kota di tengah padang pasir yang maha luas. Padang pasir itu sangat kering dan tandus. Bahkan sebagian besar tanahnya berujud batu-batuan yang keras. Namun anehnya ada sebuah sumber mata air yang berlimpah dan sangat bermanfaat bagi kehidupan. “Apakah aku boleh mencicipinya?” tiba-tiba sebuah pertanyaan meluncur begitu saja dari bibir Glagah Putih. Mas Santri berpaling sambil tersenyum. Jawabnya kemudian, “Aku tidak berani memastikan. Tergantung ijin dari Kanjeng Rama. Namun yang pasti Kanjeng Rama hanya memiliki sedikit air suci itu dan digunakan sebagaipengobatan.”
Glagah Putih menarik nafas dalam-dalam untuk memenuhi rongga dadanya dengan udara malam yang sejuk. Ada sedikit perasaan kecewa memang di dalam hatinya. Namun semua itu segera ditepisnya jauh-jauh. Kesehatan kakak sepupunya jauh lebih penting dari pada sekedar keingin-tahuannya untuk mencicipi air suci itu. Demikianlah akhirnya kedua anak muda itu segera memasuki bangunan bagian samping dan langsung menuju ke ruang tengah.****
Dalam pada itu, di sisa malam yang merambat menuju dini hari, Ki Lurah Wirabakti dan kedua prajurit pengawalnya tampak sedang menyusuri hutan Krapyak sebelah timur menuju ke ibu kota Mataram. “Ki Lurah,” berkata salah seorang prajurit pengawalnya yang berbadan sedikit gemuk sambil tetap mengayunkan langkahnya, “Mengapa kita tidak bergabung saja dengan para pengikut Raden Wirasena digunung Tidar?”
Ki Lurah menarik nafas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan pengawalnya itu. Jawab Ki Lurah kemudian, “Ketahuilah kalian berdua, dengan gugurnya Panembahan Hanyakrawati, cita-cita Raden Wirasena untuk menduduki tahta ternyata masih sangat jauh. Masih ada Ki Patih Mandaraka yang penuh dengan akal licik serta Pangeran Pati Mataram.” “Namun bukankah lebih baik jika kita bergabung dengan perguruan Sapta Dhahana di Gunung Tidar?” pengawalnya yang bertubuh agak pendek tapi cukup kekar menyahut. “Tidak Srana,” jawab Ki Lurah tegas, “Aku mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang cukup matang untuk menentukan langkah kita di masa datang. Terus terang, pada akhirnya aku meragukan kekuatan yang mendukung Trah Sekar Seda Lepen itu.” “Maksud Ki Lurah?” prajurit pengawal yang bernama Srana itu dengan serta merta menyela. Sementara kawannya yang berbadan agak gemuk hanya berpaling sambil mengerutkan keningnya. Ki Lurah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjawab, “Aku memang meragukan kekuatan yang mendukung Raden Wirasena. Eyang Guru dan Kiai Dandang Mangore seharusnya mampu berbuat sesuatu ketika Ki Patih Mandaraka dan Raden Mas Rangsang menyusul Panembahan Prabu.” “Bukankah seperti yang telah disampaikan Ki Lurah kepada kami semua, bahwa gemuruh pasukan berkuda Kadang Sentana itu yang telah mengurungkan niat kedua orang tua itu menghabisi Patih Mandaraka dan Raden Mas Rangsang?” “Betul Srana,” jawab Ki Lurah cepat, “Namun menurut perhitunganku, masih cukup waktu untuk membinasakan kedua Priyagung itu. Mungkin dengan serangan jarak jauh atau apapun. Tentulah kedua dedengkot ilmu olah kanuragan itu lebih mengetahui apa yang seharusnya mereka berdua perbuat.” Kedua prajurit pengawalnya tampak saling pandang. Pengawal yang bertubuh agak gemuk itulah yang akhirnya bertanya, “Maaf Ki Lurah, bukankah sebagaimana keterangan Ki Lurah yang didapat dari Raden Wirasena, kedua Priyagung itu telah turun dari kuda sehingga membuat kedua orang tua itu ragu-ragu untuk melancarkan serangan?” _bersambung ke bagian 2_SHARE THIS:
*
MENYUKAI INI:
Suka Memuat...
Laman: 1 2 3
4
Telah Terbit on 19/09/2018 at 00:14 Comments (404) The URI to TrackBack this entry is: _https://cersilindonesia.wordpress.com/stsd-12/trackback/_ RSS feed for comments on this post. 404 KOMENTARTINGGALKAN KOMENTAR*
On 29/12/2018 at 08:52 Murdjoko said: Matur nuwun Mbah Man.Balas
*
On 30/12/2018 at 20:32 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 64-65 Yang terdengar kemudian adalah sebuah jeritan panjang. Tubuh Kiai Dandang Mangore yang meluncur mundur sambil membalikkan tombak di tangannya sehingga ujungnya mengarah ke belakang itu telah menabrak pengawal yang bernama Srana itu. Tombak itu pun menembus perut Srana sampai tembus ke punggung. Sejenak kemudian tubuh Srana pun limbung dan akhirnya jatuh terjengkang ke belakang dengan tombak yang menembus tubuhnya. Kiai Dandang Mangore berdiri dengan kedua kakinya yang renggang. Tidak tampak sebuah kesan pun di wajahnya. Bahkan berpaling ke belakang sekedar untuk melihat keberadaan lawannya yang telah tewas pun dia tidak. Wajahnya dingin dengan sinar mata bagaikan seekor serigala yang siap mencabik-cabik mangsanya. Sejenak Ki Lurah dan pengawal satunya tertegun. Mereka tidak mengira Srana akan mengalami peristiwa yang sangat mengenaskan seperti itu. Namun keduanya telah bertekad untuk berjuang sampai ttik darahpenghabisan.
Kesempatan yang hanya sejenak itu ternyata telah dimanfaatkan oleh keduanya dengan sebaik-baiknya. Mereka berjarak cukup jauh dengan lawan sehingga tidak teerpengaruh bau busuk yang sangat menyengat itu. “Mungkin bau busuk itu berasal dari bau keringatnya,” berkata Ki Lurah dalam hati sambil menghirup uara malam yang segar untuk memenuhi rongga dadanya, “Aku harus bertempur dengan menahan nafas. Namun menahan nafas untuk beberapa lama juga merupakan kesulitantersendiri.”
“Bersiaplah untuk mati!” tiba-tiba terdengar Kiai Dandang Mangore menggeram, “Kalian telah berani mati menghina pemimpin perguruan Setra Gandamayit,” Kiai Dandang Mangore berhenti senejak. Kemudian sambil menunjukkan baju di bagian dada yang robek sejengkal dia meneruskan kata-katanya, “Berani merobek bajuku berarti harus berani menerima hukuman, akan aku robek-robek dadamu dengan ujung kuku-kukubaja ini.”
Selesai berkata demikian tanpa menunggu tanggapan kedua lawannya, Kiai Dandang Mangore segera meloncat ke depan dengan kedua tangan terkembang membentuk cakar yang nggegirisi. Ki Lurah dan pengawalnya segera meloncat ke samping sambil menahan nafas. Angin serangan pemimpin perguruan Setra Gandamayit itu menebarkan bau busuk yang mengerikan. Sejenak kemudian pertempuran pun berkobar kembali. Namun kini tinggal dua orang prajurit Mataram yang bertahan melawan pemimpin perguruan Setra Gandamayit itu. Namun keseimbangan pertempuran itu pun segera berubah dengan cepat. Ki Lurah dan pengawalnya benar-benar tidak mampu lagi bertahan. Kiai Dandang Mangore ternyata ingin mempercepat akhir pertempuran itu dengan cara bertempur pada jarak dekat. Dengan demikian Ki Lurah dan pengawalnya tidak mempunyai kesempatan untuk meloncat mundur sekedar untuk mengambil udara yang segar. Ketika keduanya sudah tidak mampu lagi menahan nafas dan tidak ada kesempatan sama sekali untuk meloncat mundur, dengan gerakan naluriah hidung mereka pun telah menghirup udara untuk melonggarkan dada mereka yang terasa mau pecah. Namun justru di saat mereka berdua menghirup udara itulah bencana itu terjadi. Bau busuk yang sangat dahsyat telah menusuk indera penciuman mereka dan mempengaruhi saraf-saraf di dalam otak sehingga membuat mereka menjadi pening bagaikan orang mabok tuak.Balas
*
On 31/12/2018 at 09:11 Ki Banguntapa said:Wow…..
Balas
*
On 31/12/2018 at 11:42 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 66-68 Selagi kedua prajurit Mataram itu mencari kesempatan agar mereka dapat menghilangkan pengaruh bau busuk itu di dalam otak mereka, kuku-kuku tajam Kiai Dandang Mangore dengan derasnya menghujam dada pengawal Ki Lurah. Terdengar sebuah erangan keras sebelum akhirnya dia tersentak ke depan beberapa langkah ketika Kiai Dandang Mangore mencabut kuku-kuku bajanya sehingga dada itu rasanya bagaikan jebol. Tidak terdengar lagi sebiuah erangan dari mulut pengawal itu ketika tubuh yang limbung itu kemudian terjerembab ke depan. Nyawanya telah melayang terlebih dahulu sebelum tubuhnya menyentuh tanah. Ki Lurah yang melihat pengawal yang tinggal satu-satunya itu mati dengan sangat mengenaskan menjadi wuru. Dengan teriakan yang menggelegar dia mengerahkan puncak ilmunya untuk menerjang lawan. Namun apalah artinya serangan seorang diri itu bagi pemimpin perguruan Setra Gandamayit. Kini Ki Lurah tinggal sendirian, sangatlah mudah bagi Kiai Dandang Mangore untuk melumpuhkannya. Ketika pedang Ki Lurah kemudian membabat leher, Kiai Dandang Mangore hanya perlu merendahkan tubuhnya sedikit. Namun Kiai Dandang Mangore agaknya melupakan satu hal. Gerakan pedang Ki Lurah yang dapat bergerak patah-patah dan menimbulkan bayangan-bayangan yang membingungkan itu telah luput dari perhitungannya. Ketika bilah pedang itu terlihat meluncur ke arah leher, Kiai Dandang Mangore dengan cepat merendahkan tubuhnya. Namun yang terjadi kemudian adalah sangat mengejutkan. Bilah-bilah pedang itu bergerak patah-patah dan menimbulkan bayangan yang bertumpuk tumpuk sehingga telah mengaburkan gerakan bilah pedang yang aslinya. Selagi Kiai Dandang Mangore tertegun melihat gerakan pedang yang patah-patah itu, sebuah desir angin menyambar dadanya. Dengan gerak naluriah Kiai Dandang Mangore segera memiringkan tubuhnya, namun gerakannya sedikit terlambat. Ujung pedang Ki Lurah masih sempat menggores lengannya. “Iblis terkutuk!” geram Kiai Dandang Mangore. Akibat kelengahannya harus ditebus dengan sebuah goresan luka di lengannya yang cukupdalam.
“Ki Lurah, engkau telah menghina pemimpin perguruan Setra Gandamayit! Engkau harus mati!” teriak Kiai Dandang Mangore kemudian sambil meluncur menerjang Ki Lurah. Ki Lurah yang sempat menikmati kemenangan kecilnya itu terkejut melihat kecepatan gerak lawannya. Agaknya lawan telah sedemikian marah sehingga telah meningkatkan ilmunya selapis lagi. Tidak ada kesempatan untuk menghindar bagi Ki Lurah. Yang dapat dilakukannya hanyalah menahan nafas sambil mengerahkan puncak ilmunya setinggi tingginya. Disongsongnya terjangan lawan itu dengan sebuah ayunan deras dari senjatanya. Namun Kiai Dandang Mangore sudah tidak mau membuang waktu lagi. Diangkatnya tangan kirinya tinggi tinggi untuk melindungi kepalanya dari ayunan senjata lawan. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, Kiai Dandang Mangore menahan serangan senjata lawan hanya dengan kuku-kuku yang terbuat dari baja pilihan itu. Sedangkan tangan kanan Kiai Dandang Mangore dengan derasnya mencengkeram ke arah leher. Yang terjadi kemudian adalah sebuah benturan yang sangat menentukan. Ki Lurah yang tidak ingin lehernya menjadi sasaran lawan telah melindunginya dengan tangan kiri yang bersilang di depan leher. Sementara tangan kanannya yang menggenggam senjata terayun deras membabat tangan kiri lawannya. Terdengar sebuah umpatan yang sangat kotor ketika pedang itu membentur kuku-kuku baja Kiai Dandang Mangore. Kuku-kuku baja yang di pasang di jari-jari kirinya telah rontok dan membuat jari jemari tangan kirinya terluka dan mengeluarkan darah. _”Berita apakah yang kalian bawa dini hari ini?” bertanya Ki Jayaraga kemudian sambil beringsut setapak._Balas
*
On 31/12/2018 at 11:44 P. Satpamsaid:
SYUKUR ING DINO PUNGKASAN TAHUN Sorjan lurik motife Sido Mukti Yen diagem ketok mrebawani Nadyan sithik paringe Gusti Yen disyukuri bakal kroso mukti Nandur cengkeh ing tegalan Yen diopeni bakal entuk unduhan Nadyan akeh peparinge Pangeran Yen ora disyukuri rasane mung kekurangan Mangan gudhek ing pinggir dalan Supoyo enak ngombene es degan Ojo mandhek gawe kebecikan Supoyo Gusti tansah paring pitulungan Mangan glali dicampur ketan Tambah enak disambi lesehan Ojo lali syukur marang Pangeran Supoyo tansah pinaringan kamulyan Ojo dhemen ngukur panduwene liyan Supoyo urip ora gampang melik-an Ojo demen kufur nikmate Pangeran Supoyo pinaringan kabagian kan karaharjan Gusti Allah Dawuh: “Saktemene yen sira syukur mesti INGSUN bakal paring tambah nikmat marang sira, nanging yen sira ingkar kamongko adzab INGSUN iku lara banget.”(QS Ibrahim : 7). Duuh Gusti kang Moho welas lan mohon Asih, kulo sak keluarga, sederek-sederek, rencang-rencang lan sedoyo pengajeng sarto sak-keluarganipun, nyuwun supados tansah pinaringan emut, saget syukur lan saget ngibadah kanti khusyu’ dumateng paduko. Aamin3x Ya Rabbal ‘alamin.Balas
*
On 31/12/2018 at 11:45 P. Satpamsaid:
SELAMAT MENYONGSONG TAHUN BARU 2019 Semoga tahun depan serba lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.Balas
*
On 01/01/2019 at 04:50 Ki Banguntapa said: Aamiiiiin. Ya Robbal ‘Alamin.Balas
*
On 06/01/2019 at 21:30 teguh supriyanasaid:
Amiin…yra
Balas
*
On 01/01/2019 at 18:11 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 69-70 Namun sebaliknya, tangan kanan Kiai Dandang Mangore ternyata tidak mampu ditahan oleh tangan kiri Ki Lurah yang bersilang di depan leher. Telapak tangan Kiai Dandang Mangore yang terbuka telah membentur tangan yang bersilang di depan leher sehingga telah tersentak ke bawah. Sementara kuku-kuku baja itu pun terus meluncur dan akhirnya menancap dalam dalam di leher Ki Lurah Wirabakti. Terdengar sebuah erangan seperti erangan seekor lembu yang disembelih. Ketika jari jemari Kiai Dandang Mangore kemudian meremas, leher Ki Lurah pun hancur tak berbentuk dan menyemburkan darah segar yang segera membasahi padang rumput di pinggir hutan Krapyak itu. Sejenak tubuh Ki Lurah menjadi limbung sebelum akhirnya jatuh terjerembab di atas rumput yang basah oleh embun. Untuk beberapa saat suasana menjadi sunyi. Yang terdengar hanyalah desah nafas Kiai Dandang Mangore yang memburu. Sambil mengamat-amati jari-jarinya yang terluka cukup parah, pemimpin padepokan Setra Gandamayit itu pun menggeram, “Aku terlalu meremehkan ilmu pedangnya. Namun luka ini tidak akan banyak berpengaruh terhadapku.” Selesai berkata demikian Kiai Dandang Mangore segera mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari saku ikat pinggangnya yang lebar. Ternyata bungkusan itu berisi serbuk kehitam-hitaman. Dengan cepat Kiai Dandang Mangore segera menaburkan bubuk itu di atas luka di lengan kirinya dan di jari-jari tangan kirinya. Setelah selesai mengobati lukanya, Kiai Dandang Mangore dengan sangat hati-hati segera membungkus kembali sisa obat itu dan kemudian menyimpannya kembali di saku ikat pinggangnya. “Sudah hampir pagi,” desis Kiai Dandang Mangore kemudian sambil memandang ke arah langit timur. Namun belum tampak tanda-tanda bahwa Matahari akan segera terbit. Ketika ayam-ayam hutan terdengar berkokok untuk terakhir kalinya, pemimpin perguruan Setra Gandamayit itupun telah melangkah memasuki Hutan Krapyak kembali.***
Dalam pada itu rombongan Ki Gede Matesih telah mendekati banjar padukuhan induk. Ketika sinar dlupak yang tersangkut di gerbang banjar sudah terlihat, Ki Gede segera memperlambat laju kudanya. Orang-orang yang lain pun segera mengikutinya. “Kami berhenti di sini, Ki Gede,” berkata Ki Waskita kemudian sambil meloncat turun dari kudanya diikuti oleh Ki Bango Lamatan. Keempat pengawal yang menaiki dua ekor kuda itupun ikut meloncat turun. Beberapa pengawal yang sedang menjaga regol pun segeramenjemput mereka.
Pada awalnya Ki Gede dan Ki Kamituwa akan ikut meloncat turun namun dicegah oleh Ki Waskita. Berkata Ki Waskita kemudian, “Silahkan Ki Gede dan Ki Kamituwa meneruskan perjalanan. Malam sudah hampir sampai ke ujungnya, namun masih cukup waktu untuk sekedar melepas lelah.” Sejenak Ki Gede berpandangan dengan Ki Kamituwa. Namun akhirnya Ki Gede pun berakta, “Terima kasih. Kami berdua tidak bisa mengawani Ki Waskita dan kawan-kawan berbincang-bincang sampai pagi. Masih ada yang harus kami selesaikan di ujung malam ini.” Hampir bersamaan Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan tersenyum. Namun cepat-cepat Ki Waskita menyahut, “Silahkan Ki Gede, silahkan. Kami juga akan beristirahat. Lain waktu saja kita akan berbincang-bincang tentang segala hal, tentang tanah Perdikan ini yang perlu segera adapembenahan.”
“Aku setuju,” jawab Ki Gede dengan serta merta, “Aku sangat membutuhkan bantuan serta sumbangsih terutama pemikiran untuk kemajuanPerdikan ini.”
Balas
*
On 01/01/2019 at 23:09 Ekaputra Adnyana said: Tentunya Pemikiran Baru di Tahun Yang Baru Matur Nuwun Mbah Man Matur Nuwun P.Satpam Mogi di Tahun Yang Baru Senantuasa RahayuBalas
*
On 02/01/2019 at 20:48 harno restu galih said: Tak terasa sudah tahun 2019. Terima kasih ki Satpam atas wedarannya di akhir dan awal tahunBalas
*
On 03/01/2019 at 10:36 Ki Banguntapa said: Akhir dan awal tahun di Jogja yang selalu mendung dan gerimis…..Membawa atis. Namun munculnya wedaran membuat suasanahangat membahana.
Balas
*
On 03/01/2019 at 21:08 teguh supriyanasaid:
Maturnuwun mbahman ugi p satpam….kulo ngaturaken sugeng warso enggal 2019…mugi mugi kulo panjenengan sami tansah binerkahan saking gustiingkang murbo jahad
Balas
*
On 05/01/2019 at 19:59 P. Satpamsaid:
STSD 12 halaman 71-72 “Ah, alangkah senangnya,” sahut Ki Bango Lamatan kemudian sambil tersenyum, “Kita dapat berbincang-bincang sepuasnya seharian sambil ditemani wedang sereh dan jenang alot.” “Ah,” yang mendengar kelakar Ki Bango Lamatan pun tertawa. “Jangan khawatir, Ki,” sela Ki Gede kemudian, “Sekalian nanti kita siapkan nasi putih hangat dengan sayur keluwih dan daging empal serta sambal tomat yang pedas.” “Ah,” kembali terdengar gelak tawa orang-orang yang berada di depan regol banjar padukuhan itu. “Sudahlah kami berdua mohon diri,” berkata Ki Gede setelah tawa orang-orang itu mereda, “Sampaikan salam kami kepada Ki Jayaraga yang masih sakit. Semoga segera diberi kesembuhan dan kesehatan.” “Terima kasih Ki Gede,” jawab Ki Waskita dan Ki Bango Lamatanhampir bersamaan.
“Nah, kalian para penjaga regol, jangan lengah di sisa malam ini!” berkata Ki Gede kemudian kepada para pengawal yang mengerumuninya, “Biasanya menjelang dini hari, kantuk itu rasa-rasanya tak tertahankan. Namun kalian harus tetap jaga sesuai dengan giliran kalian. Ingat, kelengahan yang hanya sekejap mata dapat berakibat yang luar biasa dan penyesalan sepanjang masa.” Orang-orang yang mendengar kata-kata Ki Gede itu pun mengangguk-anggukkan kepala mereka. Demikianlah akhirnya Ki Gede dan Ki Kamituwa segera mohon diri. Namun pemimpin Perdikan Matesih itu mengerutkan keningnya ketika melihat dua orang pengawal dengan sigapnya telah meloncat ke atas punggung kudamasing-masing.
Ki Kamituwa yang melihat kerut merut di wajah Ki Gede pun segera berkata, “Mohon maaf Ki Gede, biarlah dua orang pengawal ini menemani perjalanan kita yang tinggal selangkah ini.” Ki Gede tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan Ki Kamituwa. Katanya kemudian, “Baiklah. Aku sangat berterima kasih atas kesiap-siagaan para pengawal perdikan Matesih. Segala sesuatunya memang mungkin saja terjadi dalam perjalanan yang tinggal selangkah ini.” Demikianlah akhirnya setelah sekali lagi mohon diri, kuda kuda itu pun kemudian berderap perlahan menyusuri jalan yang sunyi menuju ke kediaman Ki Kamituwa. “Bukankah ini kuda-kuda kalian,” berkata Ki Waskita sepeninggal Ki Gede dan Ki Kamituwa kepada pengawal yang berdiri termangu-mangu beberapa langkah di depannya. “Ya ya, Kiai,” jawab pengawal itu tergagap sambil maju sekangkah menerima kendali kuda Ki Waskita. Sementara pengawal yang seorang segera menerima kendali kuda dari Ki Bango Lamatan. “Nah, sekarang kami akan beristirahat,” berkata Ki Waskita kemudian sambil bersiap melangkah pergi diikuti Ki Bango Lamatan,” Kami tidak akan bangun sebelum Matahari sepenggalah. Jadi tolong jangan ganggu kami.” Beberapa pengawal yang berada di regol itu pun saling berpandangan. Namun seorang pengawal yang berjambang segera menyahut, “Maaf Kiai, biasanya para perempuan yang memasak di dapur banjar mengantar makan pagi setelah Matahari terbit. Apakah makanan itu akan kami simpan terlebih dahulu ataukah kami letakkan saja di depan pintu bilik?” “He?” Ki Bango Lamatanlah yang menyahut cepat, “Bagaimana mungkin makanan kami engkau letakkan di depan pintu bilik? Apakah engkau menyamakan kami dengan seekor kucing?” “Bukan itu maksudku, Kiai,” tergagap pengawal itu menjawab dengan muka sedikit memerah, “Bukankah sesuai pesan tadi, kami tidak berani membangunkan Kiai berdua?”Balas
*
On 05/01/2019 at 21:44 Arjuna said: Matur suwun Mbah Man & Mas P Satpam Sangu malem mingguanBalas
*
On 06/01/2019 at 12:41 haryo penangsang XXIV said: Matur nuwun Mbah Man dan Ki P.Satpam…Balas
*
On 06/01/2019 at 15:19 Adipati jenggala said: Sugeng sonten ki aremaBalas
*
On 07/01/2019 at 08:23 Mbah Segoro said: Tumben buka, uakeh kelanjutane… Matur nuwun Mbah Man & Pak Satpam.. Mugi-mugi panjenengan kanugrahan kerahayuan.Balas
*
On 07/01/2019 at 10:25 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 73-74 Sejenak Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan saling berpandangan. Akhirnya Ki Waskita pun menjawab, “Beritahu para perempuan di dapur banjar. Biarlah kami makan di dapur saja selepas Matahari naik sepenggalah.” Orang-orang yang berada di tempat itu pun akhirnya menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk-angguk. “Atau barangkali Kiai berdua berkenan mampir sebentar di gardu perondan sekedar mencicipi wedang sereh dan gula kelapa,” tiba-tiba seorang pengawal menyeluthuk, “Walaupun sudah agak dingin. Kami juga masih mempunyai ketela rebus dan jagung rebus di gardu perondan.” Tanpa sadar Ki Waskita memandang ke arah Ki Bango Lamatan. Namun Ki Bango Lamatan ternyata justru sedang memandang ke arah gardu perondan yang berjarak beberapa langkah saja di sebelah kiri regol banjar. “Sebenarnya akan sangat nikmat malam-malam begini minum wedang sereh hangat ditemani ketela rebus atau jagung rebus,” berkata Ki Waskita pada akhirnya, “Namun kami berdua sudah cukup lelah dan segera inginberistirahat.”
“Salah seorang kawan kami ada yang pandai memijat,” salah seorang pengawal kelihatannya masih ingin menahan kedua orang tua itu, “Jika Kiai beruda berkenan, dia dapat memijat di gardu perondan itu.” “He?” seru Ki Bango Lamatan dengan serta merta, “Bukankah kalian sedang bertugas jaga? Bagaimana mungkin dapat menyempatkan waktu untukmemijat kami?”
“O,” sela pengawal yang berjambang itu kemudian, “Tidak semua bertugas. Kami bertugas secara bergiliran. Di saat sedang jeda itulah kawan kami dapat memijit Kiai berdua.” Namun Ki Waskita justru telah tertawa pendek. Katanya kemudian, “Sudahlah. Terima kasih sebelumnya atas kebaikan kalian semua. Tapi aku juga tidak ingin mengganggu istirahat kalian jika kalian sedang tidak bertugas. Sebaiknya kami memang segera beristirahat.” “Baiklah,” pengawal yang berjambang itulah yang menyahut, “Selamat beristirahat dan jika Kiai berdua memerlukan bantuan, dengan senang hati kami siap membatu.” “Terima kasih,” hampir bersamaan kedua orang tua itu menyahut. Demikianlah setelah mohon diri, kedua orang tua itu pun kemudian melangkah menyeberangi halaman banjar padukuan yang cukup luas. Setelah menyeberangi pendapa, bayangan kedua orang tua itu pun hilang di balik pintu pringgitan. Sepeninggal Ki Waskita berdua, para pengawal yang berjaga di regol itu pun segera mengerumuni empat orang kawan mereka yang telah menyusul Ki Gede dan Ki Kamituwa. “Ceritakanlah kepada kami, bagaimana kedua orang tua itu tiba-tiba saja sudah bersama Ki Gede dan Ki Kamituwa? Bukankah beberapa saat sebelum kalian menyusul Ki Gede dan Ki Kamituwa, kedua orang itu telah menemui kita di regol ini?” Salah seorang pengawal itu menarik nafas panjang sambil menggeleng. Jawabnya kemudian, “Entahlah, kami tidak tahu. Kami berempat mencoba melacak keberadaan Ki Gede dan Ki Kamituwa, namun tiba-tiba saja kami telah berjumpa dengan keempat orang itu di sebuah bulak panjang.” Orang-orang yang mendengar cerita kawannya itu saling pandang. Mereka benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin kedua orang yang terlihat sudah tua itu mampu berlari mendahului kecepatan larinyaseekor kuda.
“Mereka orang-orang yang linuwih,” desis salah seorang pengawal itu sambil menuntun kuda ke belakang banjar diikuti oleh dua orangpengawal.
Balas
*
On 07/01/2019 at 16:13 haryo penangsang XXIV said: Matur nuwun Mbah Man dan Ki P.Satpam…Balas
*
On 10/01/2019 at 13:41 P. Satpamsaid:
Innalillahi waina ilaihi rojiun. Meninggal dunia ilustrator buku karya SH MIntarja, Herry Wibowo hari ini rencana dimakamkan di makan seniman Yoyakarta di Imogiri. https://news.detik.com/read/2019/01/10/122734/4378692/1536/herry-wibowo-ilustrator-komik-nagasasra-sabuk-inten-wafatBalas
*
On 12/01/2019 at 01:39 teguh supriyanasaid:
Nderek belosungkowo, mugi mugi khuznulkhotimah,amiinBalas
*
On 10/01/2019 at 13:47 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 75-76 “Bukankah mereka kawan-kawan Ki Rangga yang telah membantu menghancurkan padepokan Sapta Dhahana?” salah satu pengawal itumenyeluthuk.
“Aku tidak tahu,” jawab kawan disebelahnya, “Aku tidak ikut menyerbu ke Sapta Dhahana. Aku justru bertugas untuk mengamankan padukuhan induk pada saat itu.” Para pengawal yang mendengar keterangan kawannya itu tidak bertanya lagi, hanya tampak kepala mereka yang terangguk angguk. Dalam pada itu di salah satu bilik banjar padukuhan induk Matesih, tampak Ki Jayaraga sedang berbaring di atas sebuah amben bambu yang sangat sederhana ditemani Ki Bango Lamatan yang duduk di ujung amben bambu. Sedangkan Ki Waskita duduk di ujung yang lainnya. “Berita apakah yang kalian bawa dini hari ini?” bertanya Ki Jayaraga kemudian sambil beringsut setapak. Sejenak Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan saling pandang. Namun agaknya Ki Bango Lamatan itu menyerahkan segalanya kepada Ki Waskita. “Baiklah Ki,” jawab Ki Waskita kemudian, “Beritanya sangat menarik, namun aku mohon maaf jika aku tidak bisa menceritakan kejadian malam ini seluruhnya kepada Ki Jayaraga.” Ki Jayaraga mengerutkan keningnya sambil berpaling ke arah Ki Waskita, demikian juga Ki Bango Lamatan. “Maksud Ki Waskita?” bertanya Ki Jayaraga kemudian sambil memiringkan tubuhnya menghadap ke arah Ki Waskita, “Apakah memang sudah tidak ada lagi keterbukaan di antara kita?” “Ah,” hampir bersamaan Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan berdesah sambil tersenyum masam. “Bukan begitu maksudku Ki Jayaraga,” berkata Ki Waskita selanjutnya, “Memang ada beberapa bagian dari ceritaku nanti yang terpaksa aku sembunyikan atas permintaan seseorang.” Sejenak Ki Jayaraga memandang Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan ganti berganti. Tanyanya kemudian dengan sebuah senyuman di bibir, “Apakah aku sekarang ini sedang menebak sebuah teta-teki yang menjanjikan sebuah hadiah yang menarik?” “O, sama sekali tidak, Ki,” jawab Ki Waskita sambil tertawa pendek. Ki Bango Lamatan yang duduk di ujung amben itu pun ikuttertawa.
“Aku benar-benar tidak mengerti,” jawab Ki Jayaraga kemudian, “Aku menyesal tidak ikut membuntuti Ki Gede. Kalian telah mencegah aku dengan alasan kesehatanku belum memungkinkan. Sekarang aku mengerti, ternyata kalian sedang mengejar sesuatu untuk kalian bagi hanya berdua saja, sehingga aku sebagai sahabat telah kalianlupakan.”
“Ah,” tawa kedua orang tua itu pun meledak mendengar ucapan Ki Jayaraga yang merajuk bagaikan anak kecil yang tidak kebagian mainan. “Ki Jayaraga,” berkata Ki Waskita kemudian setelah tawa mereka mereda, “Kami memang mendapatkan buruan kami. Namun orang itu memang sangat luar biasa. Berkali-kali kami kehilangan jejak. Namun agaknya orang itu memang ingin menemui salah satu dari kami.” Agaknya cerita Ki Waskita akan cukup menarik bagi guru Glagah Putih itu, sehingga dia telah beringsut setapak. Katanya kemudian, “Ceritakanlah perjalanan kalian, aku sudah siap mendengarkan. Tolong nanti jika di tengah-tengah cerita itu aku ketiduran, kalian wajib membangunkan aku.” “Ah,” kembali mereka tertawa. Ki Jayaraga tampaknya selalu berusaha membawa suasana apapun dalam kelakar-kelakarnya yang segar.Balas
*
On 11/01/2019 at 14:04 haryo penangsang XXIV said: Matur nuwun Mbah Man dan Ki P.Satpam..Balas
*
On 10/01/2019 at 21:10 Bidadari Kecilsaid:
Heeeemm. . .sungguh terima kasih, sangat mengagumkan setiap waktu muncul kelakar segar persis sekali spt membaca ADBMBalas
*
On 13/01/2019 at 07:10 Bidadari Kecilsaid:
Durung ono hi hi msh pagiBalas
*
On 13/01/2019 at 19:12 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 77-78 “Nah, apakah Ki Waskita memerlukan minum seteguk dua teguk terlebih dahulu?” bertanya kembali Ki Jayaraga dengan senyum di bibir, “Atau barangkali kalian berdua merasa lapar? Aku tidak mau cerita kalian nantinya terpenggal hanya gara-gara kalian kehausan ataukelaparan.”
Kedua orang tua itu hanya saling pandang sambil menyungging senyum. Sebenarnyalah akan sangat nikmat di ujung malam itu menikmati wedang sereh hangat dengan gula kelapa. “Baiklah Ki,” berkata Ki Waskita pada akhirnya, “Aku akan memulai bercerita. Mungkin ceritaku ini nantinya akan sangat membosankan dan justru akan membuat Ki Jayaraga sulit tidur. Jika itu yang terjadi, kami berdua lah yang justru akan tidur nyenyak untuk menghilangkan kepenatan setelah berkejar-kejaran beberapa saat tadi. Jika kami berdua benar-benar tertidur, kami harap sudilah kiranya Ki Jayaraga yang menjaga kami.” “Baiklah,” jawab Ki Jayaraga dengan raut wajah yang tampak bersungguh-sungguh, “Namun jangan salahkan aku jika sampai jatah sarapan pagi datang dan kalian masih tertidur, aku sanggup menghabiskan jatah kalian berdua itu.” Namun yang membuat Ki Jayaraga kecewa adalah jawaban Ki Waskita kemudian, “O, kami sudah berpesan kepada para penjaga regol bahwa kami akan menunda sarapan kami sampai Matahari sepenggalah. Kami sudah berjanji untuk makan di dapur banjar saja.” “Ah,” Ki Jayaraga tertawa pendek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lanjutnya kemudian, “Sudahlah, cerita itu rasa-rasanya baru akan dimulai besok. Sebenarnya aku sudah tidak sabar menunggu.” “Baiklah,” sahut Ki Waskita kemudian dengan raut wajah yang terlihat bersungguh-sungguh, “Aku akan mulai bercerita.” Untuk beberapa saat Ki Waskita masih memerlukan waktu untuk menarik nafas panjang beberapa kali sebelum akhirnya memulai ceritanya. Dengan sangat hati-hati dan runut Ki Waskita mencoba memberi gambaran perjalan mereka berdua dalam rangka mengikuti jejak orang aneh yang telah mencoba mendekati dinding bilik mereka. “Apakah kalian dapat menangkap ciri-ciri yang dimiliki oleh orang itu,” bertanya Ki Jayaraga menyela cerita Ki Waskita. “Kami hanya melihat perawakan orang itu sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek. Juga tidak terlalu kurus ataupun terlalu gemuk,” sahut Ki Bango Lamatan. “Bagaimana dengan wajahnya? Apakah kalian dapat mengenaliwajahnya?”
“O, tidak. Sama sekali tidak,” jawab Ki Waskita dengan serta merta yang dibenarkan dengan anggukan kepala oleh Ki Bango Lamatan, “Orang itu menggunakan kerudung yang menutupi seluruh kepalanya serta secarik kain yang menutupi sebagian wajahnya.” Ki Jayaraga yang tidur miring itu berdesah perlahan sambil kembali menelentangkan tubuhnya. Katanya kemudian, “Agaknya memang dia sengaja melakukan itu dengan suatu tujuan. Entah tidak ingin dikenal atau mungkin ada maksud lainnya.” “Aku cenderung menganggapnya tidak ingin di kenal, Ki,” Ki Bango Lamatan menyahut, “Menilik caranya mengubah suara dan gerak-geriknya. Aku mempunyai dugaan orang itu berusaha mengelabuikami berdua.”
Ketika Ki Jayaraga kemudian berpaling ke arah Ki Waskita, ayah Rudita itu justru telah menundukkan kepalanya sambil mengerutkan keningnyadalam-dalam.
“Ki Waskita,” berkata Ki Bango Lamatan kemudian begitu menyadari Ki Waskita hanya tertunduk diam, “Ceritakanlah kepada kami pertemuan Ki Waskita dengan orang berkerudung itu di bawah pohon Sadeng. Bukankah dia telah memanggil Ki Waskita untuk menjumpainya di bawah pohon Sadeng? Sampai saat ini aku masih menahan diri untuk tidak bertanya. Namun aku kira saat inilah Ki Waskita harus menceritakannya kepada kami berdua, kepadaku dan kepada Ki Jayaraga.”Balas
*
On 15/01/2019 at 17:11 haryo penangsang XXIV said: Matur nuwun Mbah Man dan Ki P.Satpam…Balas
*
On 13/01/2019 at 20:29 Arif S said: Masih setia menunggu lontar yg baru. Maturnuwun Mbah Man & Pak SatpamBalas
*
On 14/01/2019 at 22:17 saptonugroho42said:
Cerita ini kelihatannya terputusBalas
*
On 15/01/2019 at 14:43 P. Satpamsaid:
Betul … betul… betul…. (gaya Ipin dan Upin) he he he ….. ya mesti Om, lha wong ceritanya masih kejar tayangBalas
*
On 15/01/2019 at 12:27 Bidadari Kecilsaid:
Akhirnya. . .rahasia pertemuan Ki Waskita dg Kiai Gringsing sepuh akan diwedar, pokoknya siipBalas
*
On 15/01/2019 at 14:42 P. Satpamsaid:
STSD 12 halaman 79-80 Sekarang kedua pasang mata orang tua itu tampak tertuju ke arah Ki Waskita. Ki Waskita benar-benar menjadi serba salah. Untuk beberapa saat ayah Rudita itu justru telah terdiam. “Bagaimana, Ki?” bertanya Ki Jayaraga kemudian begitu menyadari Ki Waskita masih berdiam diri. Agaknya Ki Waskita sudah tidak ada alasan lagi untuk menghindar. Maka katanya kemudian, “Baiklah. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ki Bango Lamatan. Aku memang telah dipanggil untuk menjumpainya di bawah pohon Sadeng. Sebelumnya kami memang sudah berusaha memancing dia untuk membuka jati dirinya. Kami sudah menggunakan cambuk, senjata andalan perguruan Jati Anom itu untuk mengusik kenangannya, namun ternyata dia tetap bertahan.” “Jadi, bagaimana dengan pertemuan di bawah pohon Sadeng itu?” potong Ki Bango Lamatan tidak sabar lagi. Dia sudah mengalami semua peristiwa itu berdua dengan Ki Waskita. Tentu saja dia telah paham akan permainan cambuk itu dan ingin segera mengetahui apa yang terjadi di bawah pohon Sadeng itu. “Sebentar,” sela Ki Jayaraga, “Ki Waskita tadi mengatakan sudah mencoba memancing jati dirinya dengan senjata andalan perguruan cambuk di Jati Anom. Apa maksudnya?” “Kami berdua meminjam dua helai cambuk dari salah satu penghuni di ujung bulak itu, Ki, “Ki Bango Lamatanlah yang ternyata menjelaskan peristiwa itu, “Kami berusaha menggunakan cambuk itu sebaik-baiknya di hadapannya dan mengatakan bahwa kami berdua adalah murid-murid perguruan orang bercambuk. Namun orang itu tidak bergeming. Walaupun sekilas kami dapat menangkap keterkejutannya dari sikap dan geraktubuhnya.”
“Ya, dia terlihat terkejut begitu kami mengaku sebagai murid-murid perguruan orang bercambuk di Jati Anom,” tambah Ki Waskita, “Namun itu hanya terjadi sekejap. Selebihnya dia kembali bersikap acuh takacuh.”
“Namun satu hal lagi yang aku tangkap dari sikap orang itu,” kembali Ki Bango Lamatan menambahkan, “Orang itu terperanjat buka alang kepalang ketika kami beritahu bahwa Ki Rangga Agung Sedayu sedang menderita luka yang sangat parah dan mungkin memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyembuhkannya.” “He?” seru Ki Jayaraga terkejut. Tanpa sadar dia kembali memiringkan tubuhnya, “Jadi orang itu ada hubungannya dengan Ki Rangga Agung Sedayu?” Untuk sejenak Ki Waskita dan Ki Bango Lamatan saling berpandangan. Mereka lupa belum menceritakan kepada Ki Jayaraga bahwa tujuan orang itu mencegat Ki Gede dan Ki Kamituwa adalah ingin mengetahui keberadaan Ki Rangga Agung Sedayu. “Ya, Ki,” jawab Ki Waskita kemudian, “Orang itu menghentikan perjalanan Ki Gede dan Ki Kamituwa di tengah-tengah bulak hanya untuk menanyakan keberadaan Ki Rangga. Dia ingin menantang Ki Rangga untuk berperang tanding.” “He?” kembali Ki Jayaraga terkejut. Namun rasa terkejut itu hanya sekejap berganti dengan sebuah kerut merut di dahi yang sangat dalam. “Aku tidak yakin jika orang itu benar-benar berniat ingin menantang Ki Rangga untuk berperang tanding,” desis Ki Jayaraga kemudian perlahan seolah-olah hanya ditujukan kepada dirinya sendiri. “Kami semua juga mempunyai anggapan seperti itu, Ki,” jawab KiWaskita kemudian.
“Jadi? Bagaimana hasil pertemuan di bawah pohon Sadeng itu?” pertanyaan Ki Bango Lamatan itu kembali membuat Ki Waskitatertegun-tegun.
Balas
*
On 15/01/2019 at 17:13 haryo penangsang XXIV said: Matur nuwun Mbah Man dan Ki P.SatpamBalas
*
On 17/01/2019 at 10:05 P. Satpamsaid:
STSD 12 HALAMAN 81-82 “Ceritakanlah Ki,” pinta Ki Jayaraga kemudian, “Aku tahu mungkin orang itu telah berpesan kepada Ki Waskita untuk merahasiakan jati dirinya. Namun kita ini ibarat saudara kandung, tidak ada lagi rahasiadi antara kita.”
Untuk sejenak Ki Waskita kembali termenung. Masih terbayang dengan jelas dalam ronga matanya, bagaimana dia dan Ki Bango Lamatan telah mengejar orang berkerudung itu samapai di padang perdu yang cukupluas.
Ketika mereka berdua sedang kebingungan mencari arah kemana hilangnya buruan mereka, tiba-tiba saja orang yang mereka cari itu sudah muncul hanya beberapa langkah saja di belakang mereka berdua. “Salah satu dari kalian, ikutlah aku! Aku tunggu di bawah pohon Sadeng itu,” demikianlah orang berkerudung itu kemudian berkata sambil menunjuk ke arah Ki Waskita. Ki Waskita pun tidak mampu mengelak dan menuruti saja keinginan orang berkerudung itu. Sebenarnyalah Ki Bango Lamatan yang ditinggal sendirian pada saat itu hampir saja tidak mampu menahan diri lagi. Jika saja menalarannya saat itu gelap, tentu dia akan berusaha mengikuti langkah Ki Waskita secara diam-diam. Namun akhirnya Ki Bango Lamatan pun pasrah dan hanya menunggu saja apa yang akan terjadi. Dalam pada itu dengan langkah yang mantap Ki Waskita berjalan menuju ke arah pohon Sadeng yang tumbuh menjulang di antara gerumbul-gerumbul perdu yang banyak bertebaran di padang itu. Dalam keremangan malam, segera saja Ki Waskita melihat bayangan seseorang sedang berdiri di bawah pohon Sadeng, pohon yang daunnya sangat rimbun dan dapat tumbuh besar sehingga sering digunakan sebagai pohon peneduh. “Mendekatlah, Ki Waskita!” tiba-tiba terdengar suara bayangan itu kemudian dengan nada berat dan dalam, namun terdengar sangatbersahabat.
Ki Waskita yang semula hatinya dihinggapi keragu-raguan segera melangkah mendekat. Walaupun ayah Rudita itu sudah kenyang makan asam garamnya kehidupan serta telah hampir putus segala kawruh lahir maupun batin, namun tak urung jantungnya menjadi berdentangan begitu dia dengan sangat jelas dapat melihat seraut wajah yang sangat dikenalnya. “Bagaimana Ki Waskita?” tiba-tiba pertanyaan Ki Jayaraga telah membangunkan ayah Rudita itu dari lamunannya. —————–0O0—————— Bersambung ke jilid 13Balas
*
On 17/01/2019 at 10:07 P. Satpamsaid:
Selesai jilid 12.
Masih menunggu dengan sabar munculnya jilid 13, karena beliau (Panembahan Mandaraka) sedang menyiapkan hajatan mantu.Balas
*
On 17/01/2019 at 20:05 Arjuna said: Matur nuwun wedarannya MbahMan & Mas P.Satpam. Semoga acaranya MbahMan berjalan suksesBalas
*
On 22/01/2019 at 08:24 Mbah Samin said: Sugeng ngayahi kewajiban mahargya putra kinasih mugi lancar samudayanipun Mbah Man.Balas
*
On 17/01/2019 at 10:08 P. Satpamsaid:
Masih belum sempat membuat gandok baru. Mudah-mudaha nanti malam bisa menyiapkan gandok baru.Nuwun….
Balas
*
On 22/01/2019 at 09:37 pandanalas said: mengko wae nek wes ono wedaran, ge nggawe sentong 13Balas
Komentar Lebih Lama TINGGALKAN BALASAN BATALKAN BALASAN Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:*
*
*
*
*
Email (wajib) (Alamat takkan pernah dipublikasikan)Nama (wajib)
Situs Web
You are commenting using your WordPress.com account. ( Logout /Ubah )
You are commenting using your Google account. ( Logout / Ubah ) You are commenting using your Twitter account. ( Logout / Ubah ) You are commenting using your Facebook account. ( Logout /Ubah )
Batal
Connecting to %s
Beri tahu saya komentar baru melalui email. Beritahu saya pos-pos baru lewat surat elektronik.*
NGINGUK GANDHOK
*
TOTAL KUNJUNGAN
* 7.576.323 kali
*
TAUTAN BLOG LAIN
Pelangi di Langit Singasari Api di Bukit Menoreh*
KOMENTAR
Pak Breng Ronggo Law… pada STSD-31 Djoko_thole pada STSD-31sisol pada STSD-31
sisol pada STSD-31
sisol pada STSD-31
Hasim la pada STSD-31 Hasim la pada STSD-31 Ir Setiyawan pada STSD-31 Ir Setiyawan pada STSD-31 Pak breng Ronggolawe… pada STSD-31 Anggito pada STSD-31 masyatno pada STSD-31Ubaid pada STSD-31
Pak breng Ronggolawe… pada STSD-31 Pak breng Ronggolawe… pada STSD-31*
DAFTAR ISI
Pedang Sakti Tunggul Wulung Naga Siluman Sawer WulungSumpah Palapa
Manggala Majapahit Gajah KencanaDendam Empu Bharada
Halaman Unduh
Arya Manggada
Tembang Tantangan
Matahari Esok Pagi
Bende Mataram
Mencari Bende MataramBunga Ceplok Ungu
Mata Air di Bayangan Bukit Bunga di Batu karang 01-15 Bunga di Batu karang 16-28mbah_man
dongeng punakawan
Sawer Wulung
Cinta dan Tipu MuslihatDendam Kesumat
Menebus Dosa
Terbentur Nasib
Ki Ageng Ringin Putih RSS 2.0 Comments RSS 2.0| Tema:
Quentin.
Tambahkan pemikiran Anda di sini... (opsional) Tuliskan keBatal
Surel (Wajib) Nama (Wajib) Situs webMemuat Komentar...
Komentar
×
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie %d blogger menyukai ini:* IkutiMengikuti
* Gagakseta-2
*
Sudah punya akun WordPress.com? Login sekarang.*
* Gagakseta-2
* Sesuaikan
* IkutiMengikuti
* Daftar
* Masuk
* Salin shortlink
* Laporkan isi ini
* Kelola langganan
* Ciutkan bilah ini
Details
Copyright © 2024 ArchiveBay.com. All rights reserved. Terms of Use | Privacy Policy | DMCA | 2021 | Feedback | Advertising | RSS 2.0